Dari data di atas, disimpulkan bahwa pernyataan 3,5 menit sebagai asumsi provokatif dan menyesatkan. Pernyataan kerdil dengan mengkorelasikan pembangunan infrastruktur jalan. Pertanyaannya, apakah membangun RSJPD bukan membangun infrastruktur?
Apakah mendatangkan tenaga dokter spesialis JPD dan menyekolahkan putra daerah spesialis JPD keluaran UHO bukan sebagai program daya saing daerah? Apakah menyiapkan pelayanan RSJPD selevel RS Harapan Kita bukan merupakan sebuah kebijakan memudahkan dan memangkas biaya pengobatan kepada masyarakat Sultra?
Jawabnya, hadirnya RSJPD sangat diharapkan untuk menekan tingkat kematian akibat penyakit tersebut karena keterlambatan penanganan, mahalnya biaya dan memotong jarak untuk memeriksakan kesehatan. Satu lagi dengan hadirnya RSJPD membuka peluang kerja bagi cleaning service, tukang parkir, kuliner (UMKM), sablon, advertising, perawat, apoteker, room-boy, akuntan, pelaku usaha, akademisi dan masih banyak lagi. Semua untuk kemajuan Sulawesi Tenggara.
Perpustakaan Modern
Ingat “Iqra” bahwa Allah SWT telah sangat jelas menyampaikan dalam ayatnya bahwa manusia (umat-Nya) agar tidak dungu maka bacalah. Dari sini sudah dapat menakar rendahnya 3,5 menit.
Betapa gagal pahamnya 3,5 menit, jika menganggap membangun perpustakaan modern sebagai sebuah program tidak prioritas. Lebih gagal paham lagi jika dikatakan cukup membuka Om Google sudah bisa mengetahui manfaat daun kelor.
Rhenald Kasali (2017) menyatakan jika perpustakaan dan pustakawan tidak diubah seiring dengan era distrupsion maka profesi dan pustaka itu sendiri akan punah. Jika ini terjadi maka dapat dibayangkan akan menjadi sebuah masa kelam dan kebodohan yang siap kita hadapi.
Masyarakat hanya disuguhkan dengan informasi dan berita hoaks, hate-spech, fitnah dan provokasi. Masyarakat tidak memperoleh filterisasi dalam perolehan informasi dan berita. Dengan mudahnya masyarakat percaya informasi dan berita di Om Googygle yang kita tahu semua bahwa akan menyesatkan tanpa adanya perimbangan perpustakaan yang modern.
Menilik pernyataan di atas, justru kita berterima kasih dengan program Sultra Cerdas (Sultra Emas) dengan salah satu upaya Ali Mazi membangun pusat literasi dengan konsep perpustakaan modern. Konsep ini bukan hanya bangunannya yang megah berlantai delapan tetapi infrastruktur dan fasilitasnya sudah didesain menjawab era distrupsion.
Tidak akan cukup kolom ini jika saya ulas pentingnya perpustakaan modern yang dibangun di Kota Kendari. Hanya saya mau katakan bahwa korelasi antara infrastruktur jalan dan perpustakaan modern cukup reliabel seiring dengan kebutuhan akan mencerdaskan masyarakat Sultra.
Dengan kehadiran perpustakaan modern di Kota Kendari telah membantu program nasional dalam rangka menguatkan jejaring dan infrastruktur pendukung literasi di Sultra.
Dampak lainnya bahwa perpustakaan modern bukanlah gedung yang hanya diisi buku-buku tapi termasuk ruang bagi komunitas kreatif, penggiat literasi, UMKM, pelaku usaha, akademisi, pelajar, mahasiswa dan bahkan distabilitas dalam pemberian dan pemenuhan kebutuhan akan infrastruktur modern dalam membuka jendela ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu, Sultra memiliki infrastruktur monumental yang dapat dibanggakan dalam pentas nasional serta mendukung konsep kota modern.
Jalan Poros Toronipa
Tujuan membangun adalah memenuhi kebutuhan masyarakat akan akses kemudahan, kenyamanan dan peluang akses usaha. Sejak zaman bahlul sampai hari ini, betapa sengsaranya masyarakat yang berdiam di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe jika hendak melintasi jalan tersebut.
Kecil, becek dan berlobang menjadi suguhan selama berpuluh-puluh tahun. Enam bulan setelah di aspal maka akan kembali menjadi genangan lumpur dan bergelombang. Ibarat cempedak yang tiada batas masanya.
Lalu, Ali Mazi berani membuka akses jalan tol berbasis betonisasi di 14 KM jalan Toronipa karena peluang eko-wisata, industrialisasi pariwisata serta internasional airport berpeluang untuk dibangun disana. Keindahan Pantai Toronipa, Pulau Bokori, Desa Wisata Soropia, Pantai Batugong, Pulau Labengki dan wakatobi jika dikemas dalam konsep golden triangle akan menjadi peluang investasi wisata jangka panjang.
Apalagi jika pembangunan Airport Internasional di Toronipa jelas akan mengubah peta penerbangan yang selama ini Hasanuddin Airport menguasai Sulawesi kemudian dari aspek pariwisata akan membuka akses Bali-Lombok-Kendari-Jakarta.
Tentunya ini baru mimpi program jangka panjang. Mengapa tidak? Salah satu penghambat Wakatobi sebagai 10 destinasi wisata nasional namun setiap tahunnya pengunjung mancanegara dan nasional tidak sesuai batasan kuota, karena wisatawan yang berkunjung tercatat di Makassar sebagai transit.
Discussion about this post