Ketua Tim Penasehat Hukum Buhardiman, Ahmad Fajar Adi angkat bicara menyikapi putusan bebas kliennya. Kata dia, sedari awal perkara ini pihaknya berkeyakinan kliennya tak bersalah. Sebab, pembayaran PNBP PKH seperti yang didakwakan JPU merupakan kewenangan KLHK, bukan Dinas ESDM Sultra yang dipimpin Buhardiman pada 2020 lalu.
“Seharusnya yang dimintai pertanggungjawaban adalah Dinas Kehutanan bukan Dinas ESDM,” tekan Fajar saat dihubungi, Selasa 15 Februari 2022.
Yang lebih meyakinkan lagi, kata Fajar, kliennya saat menandatangani RKAB PT Toshida Indonesia berpijak pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 tahun 2014.
“Posisi (Buhardiman) menandatangani RKAB itu adalah delegasi,” tegas Fajar.
Kemudian, menurut dia, pembayaran PNBP PKH bukan menjadi syarat persetujuan RKAB.
“Apabila terjadi piutang, itu belum dapat dikatakan korupsi. Baru potensi pendapatan negara hilang bukan aktual, karena masih bisa ditagihkan,” jelas Fajar.
Didakwa Berjamaah Melawan Hukum
JPU mendakwa Umar, Yusmin dan Buhardiman secara bersama-sama telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Motifnya, Yusmin dan Buhardiman diduga telah memberikan persetujuan RKAB kepada PT Toshida Indonesia sejak 2019 sampai 2021. Padahal, PT Toshida Indonesia diketahui tidak pernah membayar PNBP PKH sejak 2010 hingga 2020.
Umar sendiri didakwa sebagai penerima izin persetujuan RKAB. Sementara izin penggunaan hutan PT Toshida Indonesia telah dicabut pada 2020.
Atas perbuatan ketiganya, JPU lantas menuntut Umar 13 tahun penjara, Yusmin 10 tahun, dan Buhardiman 9 tahun. Selain itu, ketiganya juga diwajibkan membayar denda masing-masing Rp800 juta atau subsider 8 bulan kurungan.
Penulis: Madan
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post