<strong>PENASULTRA.ID, KENDARI</strong> - Tiga terdakwa perkara dugaan korupsi izin pertambangan milik PT Toshida Indonesia yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) ke meja persidangan Pengadilan Negeri (PN) Tipikor kemarin, semuanya divonis bebas. Ketiga terdakwa itu tak lain adalah, eks Kepala Bidang (Kabid) Mineral dan Batubara (Minerba) Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra Yusmin, mantan Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas ESDM Sultra Buhardiman, dan General Manager PT Toshida Indonesia Umar. Kemarin, ketiganya secara bergantian menjalani sidang putusan dengan waktu yang berbeda mulai dari pagi hingga malam hari. Secara saksama pula, masing-masing terdakwa mendengarkan langsung pembacaan putusan perkara dalam ruang sidang yang dipimpin Ketua PN Kendari, I Nyoman Wiguna. <strong>Jalannya Persidangan</strong> General Manager PT Toshida Indonesia, Umar mendapat kesempatan pertama menjalani sidang putusan pada pagi hari sekitar pukul 10.00 Wita. Dalam amar putusannya, hakim menyatakan Umar tidak bersalah. Salah satu alasan hakim yang membuat Umar divonis bebas adalah ketidakjelasan legalitas Umar sebagai General Manager PT Toshida Indonesia. "Iya (ketidakjelasan legalitas). Itu alasan majelis hakim memutus bebas Umar," kata Hubungan Masyarakat (Humas) PN Kendari, Ahmad Yani saat dikonfirmasi. Siang harinya, sekitar pukul 14.10 Wita, giliran eks Kabid Minerba Dinas ESDM Sultra Yusmin menjalani sidang. Dalam amar putusannya, I Nyoman Wiguna menyatakan Yusmin tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan JPU. Ada beberapa pertimbangan majelis hakim sehingga membebaskan Yusmin. Hakim menilai, dakwaan jaksa tidak terbukti dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Yusmin divonis bebas karena penerbitan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) PT Toshida merupakan kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sementara itu, kewenangan untuk menandatangani persetujuan RKAB adalah Kepala Dinas ESDM Sultra. "Pembayaran PNBP PKH (penerimaan negara bukan pajak penggunaan kawasan hutan) bukanlah syarat persetujuan RKAB tahunan," kata Hakim I Nyoman Wiguna saat persidangan. Selain itu, hakim juga menilai pembayaran PNBP PKH PT Toshida Indonesia tidak berkaitan dengan tanggung jawab Yusmin saat menjabat Kabid Minerba Dinas ESDM Sultra kala itu. Selanjutnya, sekitar pukul 19.45 Wita, mantan Plt Kepala Dinas ESDM Sultra Buhardiman dihadapkan ditengah persidangan. Setali tiga uang dengan Umar dan Yusmin, Buhardiman pun diputus bebas. <blockquote class="twitter-tweet"> <p dir="ltr" lang="in">Kapal Murah Wakatobi Disorot, DPRD Sultra Minta Armada Berlakukan Tarif Normal <a href="https://t.co/OLc9yF3ey4">https://t.co/OLc9yF3ey4</a></p> — Penasultra.id (@penasultra_id) <a href="https://twitter.com/penasultra_id/status/1493493986916405249?ref_src=twsrc%5Etfw">February 15, 2022</a></blockquote> <script async src="https://platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script> <strong>Harusnya Dinas Kehutanan</strong> Ketua Tim Penasehat Hukum Buhardiman, Ahmad Fajar Adi angkat bicara menyikapi putusan bebas kliennya. Kata dia, sedari awal perkara ini pihaknya berkeyakinan kliennya tak bersalah. Sebab, pembayaran PNBP PKH seperti yang didakwakan JPU merupakan kewenangan KLHK, bukan Dinas ESDM Sultra yang dipimpin Buhardiman pada 2020 lalu. "Seharusnya yang dimintai pertanggungjawaban adalah Dinas Kehutanan bukan Dinas ESDM," tekan Fajar saat dihubungi, Selasa 15 Februari 2022. Yang lebih meyakinkan lagi, kata Fajar, kliennya saat menandatangani RKAB PT Toshida Indonesia berpijak pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 tahun 2014. "Posisi (Buhardiman) menandatangani RKAB itu adalah delegasi," tegas Fajar. Kemudian, menurut dia, pembayaran PNBP PKH bukan menjadi syarat persetujuan RKAB. "Apabila terjadi piutang, itu belum dapat dikatakan korupsi. Baru potensi pendapatan negara hilang bukan aktual, karena masih bisa ditagihkan," jelas Fajar. <strong>Didakwa Berjamaah Melawan Hukum</strong> JPU mendakwa Umar, Yusmin dan Buhardiman secara bersama-sama telah melakukan perbuatan melawan hukum. Motifnya, Yusmin dan Buhardiman diduga telah memberikan persetujuan RKAB kepada PT Toshida Indonesia sejak 2019 sampai 2021. Padahal, PT Toshida Indonesia diketahui tidak pernah membayar PNBP PKH sejak 2010 hingga 2020. Umar sendiri didakwa sebagai penerima izin persetujuan RKAB. Sementara izin penggunaan hutan PT Toshida Indonesia telah dicabut pada 2020. Atas perbuatan ketiganya, JPU lantas menuntut Umar 13 tahun penjara, Yusmin 10 tahun, dan Buhardiman 9 tahun. Selain itu, ketiganya juga diwajibkan membayar denda masing-masing Rp800 juta atau subsider 8 bulan kurungan. <strong>Penulis: Madan</strong> <strong>Editor: Ridho Achmed</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://www.youtube.com/watch?v=oPZj98jH0KQ
Discussion about this post