Oleh: Rayani Umma Aqila
Pemerintah akan menaikkan tarif listrik pada 2022. Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyanto mengatakan adjustment atau penyesuaian tarif ini terpengaruh tiga faktor, yaitu kurs dollar, inflasi, dan harga minyak dunia.
Menurutnya, masyarakat bisa menerima kenaikan tarif listrik jika imbang dengan peningkatan layanan oleh penyedia layanan, yakni PLN. Nantinya, kompensasi penyesuaian tarif hanya selama enam bulan. Penerapan kenaikan tarif listrik akan menyasar 13 golongan masyarakat pelanggan listrik nonsubsidi (kompas.com, 10 Desember 2021).
Diantaranya, pelanggan rumah tangga dengan daya 1.300 VA, 2.200 VA, 3.500 VA, hingga 5.500 VA; pelanggan rumah tangga dengan daya 6.600 VA ke atas; pelanggan bisnis dengan daya 6.600-200 kVA; pelanggan pemerintah dengan daya 6.600—200 kVA; penerangan jalan umum; pelanggan rumah tangga daya 900 VA rumah tangga mampu (RTM); pelanggan pelanggan bisnis daya >200 kVA; pelanggan industri >200 kVA; pelanggan pemerintah dengan daya >200 kVA; layanan khusus, tarifnya Rp1.644,52 per kWh; dan industri daya >30.000 kVA.
Pemerintah mencanangkan kenaikan TDL tahun 2022 secara merata setelah beberapa tahun tidak ada kenaikan pada golongan bersubsidi. Pemerintah mengemukakan alasan kenaikan atas wacana kenaikan tarif listrik 2022. Pertama, fluktuasi pergerakan kurs dolar AS, harga minyak mentah (ICP), dan inflasi. Tiga komponen ini memengaruhi naik turunnya tarif listrik yang disesuaikan per tiga bulan. Saat ini, minyak mentah memang menjadi salah satu komponen biaya pokok penyediaan (BPP) dalam pembangkit listrik.
Selain itu, harga komoditas bahan bakar pembangkit listrik seperti batu bara selalu mengikuti pergerakan harga minyak dunia. Kedua, melakukan perbaruan penyesuaian listrik bagi 13 golongan pelanggan nonsubsidi. Pemerintah mengatakan, penyesuaian tarif listrik kepada 13 golongan nonsubsidi belum pernah dilakukan sejak tahun 2017 karena untuk menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri. Akibatnya, pemerintah harus membayar kompensasi kepada PLN. Bila ada penyesuaian tarif listrik, beban pemerintah dalam membayar kompensasi untuk PLN otomatis bisa berkurang.
Kenaikan tarif listrik pasti berdampak pada masyarakat tentunya kebijakan menaikkan listrik sudah lumrah terjadi dan tentu membebani masyarakat. Jika tarif listrik naik, biaya operasional untuk produksi ikut naik, dan pada akhirnya turut memengaruhi harga produk yang masyarakat konsumsi. Ketika harga barang naik, daya beli masyarakat akan menurun. Sebab, untuk mengembalikan roda perekonomian seperti sedia kala tidaklah mudah. Masyarakat akan cenderung menahan pengeluaran karena pendapatan tidak banyak bertambah.
Dugaan Intimidasi Oknum Jenderal TNI Mencuat Dibalik Maaf https://t.co/hj1RIykZzn https://t.co/IFSF0Q0Tkz
— Penasultra.id (@penasultra_id) December 26, 2021
Apakah kenaikan tarif listrik akan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat? Belum tentu. Pemadaman bergilir adalah satu contoh layanan listrik belum optimal. Pemadaman listrik yang berulang tentu merugikan masyarakat. Barang-barang elektronik juga akan mudah rusak. PLN selaku penyedia layanan memiliki tiga tugas utama terhadap masyarakat.
Pertama, elektrifikasi hingga ke rumah tangga secara efektif dan benar. Meski pada 2020 rasio elektrifikasi mencapai 99,2 persen faktanya masih banyak masyarakat yang belum mendapat akses layanan listrik, terutama di daerah terpencil atau terluar. Di beberapa daerah ada yang 30 persen warga belum teraliri listrik sama sekali.
Pada Mei 2021, pemerintah mencatat sekitar 500 ribu rumah tangga belum memiliki akses listrik. Kedua, harga listrik mestinya terjangkau ke seluruh elemen masyarakat. Penduduk yang berada di desa terpencil pasti kesulitan bila tarif listrik terus mengalami kenaikan. Harga listrik makin tidak terbeli, ancaman kemiskinan berada di depan mata. Ketiga, melakukan transformasi energi terbarukan (EBT).
Tidak ada yang gratis ketika hidup di bawah penerapan ideologi kapitalisme. Untuk sekadar menikmati aliran listrik saja harus berbayar. Meski pemerintah menerapkan listrik bersubsidi, tetapi dari tahun ke tahun nilai subsidi berkurang. Wacana kenaikan listrik 2022 tersinyalir juga karena ada upaya pemerintah memangkas subsidi listrik untuk PLN sekitar 8,13 persen.
Kesalahan kebijakan ini bukan hanya pada layanan yg kurang memenuhi harapan meski TDL sudah mahal, namun lebih mendasar kesalahan terletak pada negara yang memerankan diri sebagai pedagang yang menjual layanan energi yang bersumber dari kepemilikan umum. Dengan pemangkasan subsidi ini, pemerintah akan membayar PLN untuk menutup selisih tarif dari Rp61,53 triliun menjadi Rp56,5 triliun pada 2022.
Discussion about this post