Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Tentara Nasional Indonesia (TNI) hari ini berulang tahun ke-77. TNI mempunyai sejarah sendiri yang membentuknya menjadi kekuatan yang khas.
Sejak era perang kemerdekaan sampai masa-masa awal kemerdekaan, TNI tidak menjadi bagian yang terpisah dari masyarakat sipil.
Keduanya menjadi kekuatan yang menyatu dan tidak dipisahkan oleh dikotomi sipil-militer. Tidak ada supremasi sipil atas militer atau sebaliknya.
Hubungan kedua kekuatan itu didasarkan pada saling menghormati berdasarkan ‘’mutual trust’’, saling memercayai peran dan kekuatan masing-masing.
Konsep power atau kekuasaan di Indonesia didasari oleh konsep Jawa yang menekankan kemanunggalan kawula dengan gusti.
Konsep manunggaling kawula gusti diterapkan sebagai penyatuan antara penguasa dan rakyat. Keduanya saling menyatu menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan.
Konsep power itu juga diadopsi oleh TNI dalam hubungannya dengan rakyat. Pada masa perang kemerdekaan TNI manunggal dengan rakyat dalam melakukan perang gerilya.
Dengan menyatu bersama rakyat, TNI bisa merebut kemenangan dari penjajah. Konsep manunggal dalam perang gerilya ini yang kemudian diformulasikan menjadi ‘’Jalan Tengah’’ oleh Jenderal A.H Nasution setelah kemerdekaan.
Dengan jalan tengah itu TNI tidak hanya berperan sebagai kekuatan pertahanan, tetapi juga menjadi kekuatan sosial politik yang ikut berkiprah dalam pemerintahan. Konsep jalan tengah dari filosofi manunggal ini kemudian dikenal sebagai ‘’Dwifungsi’’ pada masa Orde Baru.
Jenderal Nasution mendesain TNI sebagai kekuatan politik yang berfungsi sebagai stabilisator dan dinamisator. Ketika itu, Presiden Soekarno ingin merangkul semua kekuatan politik di Indonesia menjadi satu kekuatan tunggal di bawah sistem demokrasi terpimpin.
Pada bagian lain, Bung Karno memperkenalkan konsep Nasakom untuk menggabungkan semua unsur kekuatan politik yang dominan di Indonesia.
Dengan Nasakom Bung Karno menggabungkan ideologi nasionalisme yang diwakili oleh PNI (Partai Nasional Indonesia), kekuatan agama yang diwakili oleh Partai NU, dan ideologi komunisme yang diwakili oleh PKI (Partai Komunis Indonesia).
Dalam perjalanannya kemudian PKI tumbuh menjadi partai yang kuat dan militan. Bung Karno juga menjadi semakin dekat dengan PKI. Hal ini menimbulkan kegalauan di kalangan tentara. Maka Nasution sebagai pemimpin Angkatan Darat berusaha mengimbangi kekuatan PKI dengan semakin aktif memainkan peran-peran politik.
Persaingan politik antara PKI dengan Angkatan Darat memuncak pada usaha percobaan kudeta 30 September 1965 yang melibatkan PKI. Pembunuhan 6 jenderal dan perwira Angkatan Darat menjadi alasan untuk memburu anggota-anggota PKI oleh kelompok Islam yang didukung Angkatan Darat.
Bung Karno akhirnya jatuh pada 1967, dan digantikan oleh Soeharto, yang berhasil mengambil alih kepemimpinan Angkatan Darat dari tangan Nasution setelah peristiwa 30 September.
Soeharto dengan pelan namun pasti berhasil melakukan konsolidasi, membersihkan sisa-sisa PKI, dan menempatkan orang-orangnya dari Angkatan Darat pada posisi-posisi kunci.
Rezim Angkatan Darat yang dipimpin Soeharto bisa berkuasa sampai 32 tahun. Soeharto melakukan reorientasi terhadap TNI dengan mengubahnya menjadi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).
Warisan jalan tengah dari Jenderal Nasution diterapkan dengan lebih dominan oleh Soeharto. ABRI menjadi kekuatan politik yang dominan sekaligus menjadi penopang utama Orde Baru.
Discussion about this post