Oleh: Rima Septiani, S.Pd
Maraknya pengajuan dispensasi nikah di berbagai daerah menjadi perbincangan masyarakat akhir-akhir ini. Pengadilan Tinggi Agama (PTA) mencatat sebanyak 225 perkara dalam dispensasi pernikahan atau nikah muda di Sulawesi Tenggara (Sultra) terjadi selama tahun 2023.
Panitera Muda Hukum PTA Kendari Safar mengatakan, sepanjang tahun 2023 pihaknya menerima kasus dispensasi pernikahan sebanyak 225 perkara di bawah satker pada lingkup wilayah kerjanya. Secara rata-rata, umur yang menikah ini berada dikisaran 17-18 tahun, yaitu usia baru lulusan SMA bahkan ada yang masih di tingkat SMP. (detiksultra/12/1/2024).
Imbas Kehidupan Sekuler
Merebaknya kasus dispensasi nikah menunjukan masalah ini tak kunjung selesai. Dispensasi nikah yang kebanyakan diajukan karena alasan mendesak sejatinya merupakan problem generasi. Menurut data, pelaku pengajuan dispensasi nikah didominasi oleh kalangan remaja. Lebih parahnya lagi, 90 persen alasan pengajuan dispensasi nikah dikarenakan kehamilan tidak dikehendaki (KTD).
Seperti yang pernah tercatat di Kabupaten Jepara, di mana sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, angka lonjakan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Kabupaten Jepara jumlahnya terbilang cukup tajam. Yang melatarbelakangi terjadinya perkawinan dini adalah masalah pendidikan, budaya, ekonomi dan pergaulan bebas yang berakibat hamil di luar nikah atau married by accident (MBA).
Perlu diketahui, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2019 yang mengatur tentang perkawinan menyatakan bahwa perkawinan dapat dilaksanakan dan diizinkan ketika pria dan wanita telah mencapai usia 19 tahun. Apabila terjadi penyimpangan, maka dapat meminta atau mengajukan dispensasi kawin.
Meskipun sudah ada batasan usia dalam pernikahan di Undang-Undang tersebut, nyatanya dispensasi kawin anak di bawah usia masih banyak terjadi, hal ini didukung besar oleh budaya dan pergaulan bebas.
Discussion about this post