Oleh: Rusdianto Samawa
Satu dua putaran tidak penting bagi rakyat. Terpenting itu, kembalikan paradigma demokrasi pada substansinya yakni jujur, kredibel, dan akuntabel. Semua Paslon paham substansi cara bernegara. Demokrasi merupakan nilai patriotisme. Salah satu metode mencintai negara agar keberlangsungan kepemimpinan berlangsung baik, jujur, aman, damai, dan berkeadilan.
Pilpres 2014, 2019, dan 2024 jauh dari substansinya. Padahal pondasi bernegara paling penting itu lahirnya pemimpin yang jujur, adil dan kredibel. Produk pilpres selama 10 tahun terakhir diwarnai aksi kecurangan melalui penggelembungan suara.
Peristiwa itu, tentu saja noda hitam yang mewarnai demokrasi Indonesia. Penyelenggara pemilu hanya modal minta maaf, karena salah input hasil coblos. Tetapi niat curang untuk menang, tak pernah dibatalkan oleh jiwa idealitas politiknya.
Mestinya idealitas politik itu, nilai yang tertanam rapi sebagai positioning agar keadaban sosial rakyat tercipta secara beraturan. Tokoh politik Indonesia, tak malu terpilih sebagai pemimpin melalui cara culas dan curang.
Dulu, ketika demokrasi dicetuskan sebagai navigasi dan jangkar bernegara. Semua pikiran dan mulut dikuras hanya bicara nilai, moralitas, etika dan prosedural. Debat kandidat Pilpres 2024, etika sumber masalah yang merusak seluruh sistem negara. Teriak etika endasmu, sekaligus melanggar endasmu etika. Bolak balik berbusa bicara sopan santun. Tapi diluar norma kesopanan.
Discussion about this post