PENASULTRAID, JAKARTA – Pengelolaan Zakat dan Wakaf saat ini dinilai belum terintegrasi dengan baik. Dampaknya, keempat instrumen ekonomi Islam tersebut belum dapat berfungsi lebih optimal dalam pemberdayaan ekonomi umat, pengentasan kemiskinan, dan pembangunan sosial yang lebih merata.
Bahkan jika memungkinkan, pengelolaan zakat dan wakaf sebaiknya berada di bawah kementerian tersendiri.
Hal ini diungkapkan dalam acara Islamic Philanthropy Outlook (IPO) 2025 yang diselenggarakan oleh SEBI Islamic Business And Economic Research Center (SIBERC), Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI (STEI SEBI) berkolaborasi dengan Akademisi Laznas IZI dan Inisiatif Wakaf yang berlangsung di Ruang Serbaguna Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat.
“Meskipun zakat dan wakaf memiliki potensi besar untuk pemberdayaan umat dan pengentasan masalah sosial, namun pengelolaan yang tidak terintegrasi dan kurangnya sinergi antar lembaga pengelola zakat (LPZ) dan nazhir wakaf menghambat tercapainya potensi tersebut secara optimal,” kata Ketua Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI (STEI SEBI) Depok, Sigit Pramono dalam rilis terkait kegiatan IPO 2025 tersebut yang dikutip redaksi, Jumat 6 Desember 2024.
Sigit pun berharap, Islamic Philanthropy Outlook 2025 yang bertemakan “Towards Harmonization of Zakat and Wakaf Management in Indonesia” tersebut dapat memberikan manfaat bagi pengembangan filantropi Islam dan mempercepat tercapainya tujuan dalam membangun ekonomi syariah yang inklusif, berkelanjutan, dan bermanfaat bagi umat.
Sedangkan pembicara lainnya, Direktur Utama Laznas IZI, Wildan Dewayana Rosyada memandang bahwa isu harmonisasi antar elemen gerakan filantropi Islam menjadi sangat penting di ranah aktivitas kedermawanan publik, termasuk di dalamnya Zakat dan Wakaf.
Zakat dan Wakaf memilki potensi yang sangat besar yang belum tergali optimal dengan karakteristik dan tantangannya masing-masing. Harmonisasi antar keduanya tentu diharapkan dapat memperbesar dampaknya bagi umat dan bangsa, dan ikut menjawab problematika masyarakat di berbagai levelnya, lokal, regional, maupun global.
“Selain potensi besar Sektor Filantropi Islam, tingkat kedermawanan yang tinggi, faktor lainnya yang juga penting adalah keselarasan antara program-program filantropi dengan agenda dan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s),” kata Wildan.
“Penelitian FPI (2018) dan Baznas misalnya menyebutkan bahwa 89% program lembaga filantropi sudah selaras dengan SDG’s dan dapat memberikan kontribusi kuat dalam pencapaiannya. Ketiga faktor inilah yang paling tidak mendorong kita semakin mantap dan terus bersungguh-sungguh mengambil langkah-langkah terobosan bagi kemajuannya di masa depan,” tambah dia.
Discussion about this post