Oleh: Susiyanti, S.E
Bulan Ramadan merupakan bulan yang istimewa bagi seluruh umat, terutama kaum muslim. Karena di bulan ini kaum muslim akan melaksanakan ibadah puasa dan seluruh amalan yang dilakukan akan dilipat gandakan oleh Allah SWT.
Namun hal yang sering terjadi adalah justru menjelang memasuki bulan Ramadan harga bahan pokok kian merangkak naik.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Syamsiah, seorang pedagang di Pasar Tamrin. Ia mengungkapkan bahwa kenaikan harga sudah mulai terjadi sejak dua minggu lalu. Kenaikan harga paling mencolok terjadi pada minyak goreng dan gula, yang terus naik dalam beberapa minggu terakhir (Tribunnews, 7-2-2025).
Badan Pangan Nasional mengakui ada beberapa komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga, bahkan lebih tinggi dari yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengatakan komoditas-komoditas tersebut kini masih dijual di pasaran dengan harga di atas Harga Acuan Pembelian (HAP) juga Harga Eceran Tertinggi (HET).(Kumparan, 4-2-2025).
Jika melihat berbagai upaya yang dilakukan pemerintah apabila terjadi lonjakan harga, maka pemerintah akan melakukan upaya antisipasi. Hal yang sering ditempuh adalah dengan mengimpor barang dari negara lain untuk memperbanyak stok agar harga bahan pokok bisa stabil kembali.
Kebijakan ini justru menjadi sesuatu yang ditakutkan bagi para petani lokal. Sebab harga kebutuhan pokok dari impor harganya relatif akan lebih murah dari pada harga panen lokal.
Masyarakat sebagai konsumen tentu akan cenderung lebih mencari harga yang relatif lebih murah. Maka ini akan berakibat fatal bagi para petani lokal yang akan kalah bersaing dengan produk impor yang harganya relatif lebih murah.
Perubahan cuaca pun menjadi alasan kuat naiknya bahan pokok. Alasan ini dapat diterima untuk bawang merah, bawang putih, atau cabai. Semestinya untuk kebutuhan lain harusnya tidak terpengaruh, namun kenyataannya malah terpengaruh.
Discussion about this post