PENASULTRAID, JAKARTA – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengapresiasi keberhasilan jajaran Polda Riau mengungkap kasus pengoplosan untuk dijadikan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog dan beras premium di Jalan Sail, Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru.
Dalam kasus ini, polisi menyita 9 ton beras oplosan dari seorang pengusaha atau distributor lokal berinisial R yang kini sudah ditetapkan tersangka.
Atas perbuatannya, diperkirakan masyarakat harus membayar Rp5.000-Rp 7.000 per kilogram lebih mahal dari yang seharusnya. Bahkan diperkirakan selisihnya dapat mencapai Rp9.000 jika dioplos menjadi beras premium. Selain itu, diduga kualitas beras juga berada di bawah standar mutu.
“Saya sangat mengapresiasi kerja cepat Polda Riau. Pengungkapan ini menunjukkan komitmen nyata untuk melindungi masyarakat dari kecurangan pangan, sesuai arahan yang kita diskusikan,” ujar Mentan Amran, Minggu pagi 27 Juli 2025.
Sebagai informasi, Mentan baru saja menyelesaikan kunjungan kerjanya ke Kota Pekanbaru pada Selasa, 22 Juli 2025. Di sana, Menteri berdiskusi serius dengan Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan dan menyoroti isu ketahanan pangan, termasuk dugaan praktik pengoplosan beras yang merugikan masyarakat.
Sehari kemudian, polisi bergerak cepat melakukan penggerebekan sekaligus penangkapan.
Mentan mengungkapkan praktik pengoplosan beras telah merusak program SPHP yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Hal ini sejalan dengan program pemerintah untuk memastikan akses masyarakat terhadap beras berkualitas dengan harga terjangkau.
“Praktik pengoplosan adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat. Program SPHP didukung subsidi dari uang rakyat untuk membantu daya beli masyarakat dan menjaga inflasi. Saya bangga Polda Riau bergerak cepat pasca diskusi kita,” tegas Amran.
Menurut Amran, pemerintah memperketat pengawasan distribusi beras SPHP yang berlangsung di seluruh Indonesia dengan melibatkan satgas pangan dan jajaran kepolisian di daerah.
Ia juga menyinggung temuan sebelumnya yang mana 212 merek beras di 10 provinsi bermasalah, dengan kerugian masyarakat mencapai Rp99,35 triliun per tahun akibat praktik serupa.
Discussion about this post