PENASULTRA.ID, BUTON TENGAH – Kebijakan pemerintah daerah (Pemda) Buton Tengah (Buteng) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dinilai tidak pro terhadap masyarakat desa.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Indonesia (APDESI) Kabupaten Buteng H. Muh. Zariun.
Pernyataan Zariun itu menyusul hasil penetapan peraturan daerah (Perda) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk Tahun Anggaran 2023 pada 30 November 2022 lalu.
Dimana anggaran Alokasi Dana Desa (ADD) untuk 67 desa di Kabupaten Buteng mengalami pengurangan yang cukup signifikan, senilai Rp 7 miliar oleh pemerintah dan DPRD Kabupaten Buteng.
Dana yang bersumber dari APBD yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) ditambah Dana Bagi Hasil (DBH) tersebut dimana pada tahun-tahun sebelumnya senilai Rp 36 miliar tahun ini mengalami penurunan senilai Rp 29 miliar.
Hal itu juga membuat para Kepala Desa di Buteng menilai kebijakan itu tidak pro terhadap pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat desa.
“Kami tidak habis pikir kenapa harus masyarakat desa yang dikorbankan. Padahal ada 13 lembaga disetiap desa harus dibiayai melalui ADD ini diantaranya honor perangkat masjid, lembaga adat, PKK, Karang Taruna dan lembaga lainya,” kata Zariun saat ditemui mengikuti rapat dengar pendapat di kantor DPRD Buteng, Selasa 6 Desember 2022.
Dengan adanya pengurangan ADD tahun anggaran 2023 senilai Rp 7 miliar tersebut, tambah Zariun, otomatis akan mempengaruhi honorarium dan operasional kegiatan di 13 lembaga dimasing-masing desa.
“Misalnya perangkat masjid khususnya Imam Masjid disetiap desa selama ini mereka menerima honor Rp100.000 per bulannya. Otomatis dengan adanya pengurangan anggaran ini honor para perangkat masjid ini akan berkurang juga. Termasuk operasional lembaga-lembaga yang lainnya termasuk honor BPD bahkan perangkat desa,” ungkap dia.
Discussion about this post