Padahal bahan baku yang ada sangat berlimpah. Apa salahnya, pemerintah berupaya semaksimal mungkin dalam menasionalisasi dan gerakan industrialisasi garam sehingga masa depan Indonesia bisa gemilang. Lagi pula, garam bisa menjadi alat negosiasi perdagangan dunia. Peran Indonesia sebagai presidensi G20 yang dilaksanakan di Indonesia. Tentu harus menyamakan prinsip nasionalisme bahwa garam sebagai pemasok pangan masyarakat dunia.
Karena perlu pertimbangan matang bagi Indonesia yang selama ini membuat garam terkanalisasi dan nirjustice bagi petani garam Indonesia. Bayangkan saja, alokasi impor yang telah direalisasikan oleh importir garam industri per 28 September 2021 telah mencapai 1,8 juta ton atau sekitar 60% dari total alokasi yang diterbitkan pada tahun 2021 sebesar 3.077.901 ton.
Di periode yang sama, Industri Chlor Alkali Plan (CAP) menjadi pengguna terbesar garam impor yakni sebanyak 1.448.073 ton. Kemudian disusul oleh industri aneka pangan sebanyak 379.468 ton dan industri farmasi dan kosmetik sebanyak 2.909 ton. Di sisi lain, industri pengeboran minyak belum menyerap alokasi impor garam. Realisasi impor garam masih akan terus berjalan hingga akhir tahun 2021.
Sementara untuk proyeksi impor garam di tahun 2022 mengalami kenaikan permintaan tanpa pertimbangkan stok garam nasional Indonesia. Sementara negara–negara penghasil garam terbesar di dunia seperti Tiongkok dengan jumlah produksi sebanyak 64 juta metrik ton atau menyumbang 22,07% dari total produksi garam dunia.
Amerika Serikat dengan produksi sebesar 40 juta metrik ton. Produksi garam di India sebanyak 29 juta metrik ton. Kemudian, produksi garam di Jerman dan Australia masing-masing sebesar 15 juta metrik ton dan 12 juta metrik ton. Negara–negara tersebut, jadikan Indonesia sebagai tempat menjual garam.
Ekspor garam Australia dan India telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir untuk memenuhi permintaan yang besar dari Tiongkok. Laporan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2022) menyebutkan, produksi garam pada 2021–2022 meningkat 602,2 % menjadi 5,3 juta ton.
Begitu juga pada 2017-2018 meningkat masing-masing sebesar 561,3% dan 144,7% menjadi 1,1 juta dan 2,7 juta ton. Penurunan terbesar produksi garam nasional terjadi pada 2016, yaitu mencapai 93,23% dari 2,5 juta ton menjadi 168 ribu ton.
Sementara itu, kebutuhan garam setiap tahun selalu meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan pertumbuhan industri. Situs resmi Informasi Pangan Jakarta mencatat, harga rata-rata garam pada 20 Januari 2022 naik jadi Rp3.272 per 250 gram, dimana harga tertinggi adalah Rp6.000 per 250 gram dan terendah Rp2.000 per 250 gram.
Harga garam besutan Australia hanya senilai US$ 30 per ton atau sekitar Rp 450 per kilogram (Kg). Sedangkan harga pokok produksi petambak garam di Madura telah mencapai Rp 775 per Kg, menyentuh Rp 900 per Kg dengan biaya logistik, dan hingga Rp 1.4 juta.
Jika melalui proses pemurnian, tidak semua garam dapat diserap oleh industri karena alasan spesifikasi terendah yang dapat diterima olah industri memiliki kemurnian NaCl setidaknya 94%. Apa terus terusan alasan kayak begini pemerintah?.
Program Rumah Prisma belum sejalan dengan semangat nasionalisme garam. Maka penting, peningkatan produktivitas pergaraman untuk percepatan kemandirian garam nasional sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional, meliputi garam konsumsi dan garam kebutuhan industri.(***)
Penulis: Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post