Kondisi ini hendaknya bisa membuka mata umat bahwa ekonomi syariah di Indonesia dibidik bukan untuk umat Islam. Potensi ekonomi dan keuangan umat adalah untuk kepentingan pemerintah. Umat Islam Indonesia dimanfaatkan dari sisi potensi keuangan. Uang umat dipakai untuk berbagai kepentingan. Syariah dieksploitasi untuk meraup potensi uang umat Islam. Ekonomi syariah mereka pandang sebagai peluang bisnis meraup keuntungan sebanyak-banyaknya.
Seyogianya, jika pemerintah benar-benar peduli terhadap ekonomi syariah, seharusnya pemerintah menerapkan sistem ekonomi Islam secara menyeluruh. Bukan parsial. Menghapus riba, mengembalikan ekonomi Indonesia pada sektor ekonomi riil, mengembalikan kepemilikan harta sesuai syariah yang sebenarnya, menggunakan mata uang basis emas dan perak, dan melaksanakan politik ekonomi Islam.
Guna memberdayakan ekonomi rakyat dengan tulus. Mengentaskan kemiskinan serta menutup jurang antara si kaya dan si miskin. Tentu akan percuma jika hanya mengambil sesuatu yang menguntungkan saja dari syariah. Tetapi, di sisi lain negara tetap tidak berlepas diri dari riba. Bahkan, tunduk patuh pada lembaga rente dunia semacam IMF, World Bank ataupun Asian Development Bank.
Kita patut bersyukur manakala istilah syariat makin populer dari tahun ke tahun. Itu berarti ketertarikan masyarakat pada Islam makin meningkat. Sesungguhnya, label ekonomi syariah ala kapitalisme sekuler tak akan memberikan solusi dan keberkahan sampai kapan pun. Justru akan memperpanjang umur kebatilan.
Saatnya, kita kembali pada penerapan syariah Islam kaffah dalam bingkai Daulah Islam yang merupakan kunci kemuliaan dan kebangkitan. Sebuah sistem komprehensif, kompatibel dan akuntabel yang menjamin pembangunan terjadi tanpa menyusahkan rakyat. Alhasil, kesejahteraan dalam negara yang baldatun wa rabbun ghafur niscaya bisa kita rasakan kembali. Wallahu a’lam bisshowwab.(***)
Penulis: Pemerhati Masalah Umat
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post