Kekuasaan kehakiman termasuk MK RI itu sejatinya harus bebas dari pengaruh apapun, termasuk tekanan politik. Maka seharusnya pimpinan Kobar TSPT tersebut menggunakan mekanisme formal, baik melalui peradilan, maupun perubahan UU.
Sebagai negara hukum, seharusnya pimpinan Kobar TSPT menempuh langkah hukum, atau mengusulkan rapat konsultasi antara lembaga tinggi negara melalui pimpinan DPR. Apa yang dilakukan Fraksi DPR dan pimpinan Parpol Kobar TSPT sebagai upaya cari muka kepada rakyat sekaligus melakukan tekanan politik kepada MK.
Rakyat Tidak Peduli Sistem Pemilu
Reaksi kekanak-kanakan atas nama rakyat yang disampaikan para elit politik tersebut dipastikan tidak mewakili kebutuhan dan kepentingan rakyat. Reaksi tersebut hanya mewakili keresahan mereka sendiri. Ancaman tidak mampu memenuhi parliament treshold, serta pengurangan jumlah kursi di DPR tentu menakutkan mereka. Sehingga pesan “ancaman” harus dikirim segera ke MK.
Parpol pendukung sistem proporsional tertutup juga setali tiga uang dengan Kobar TSPT, sama-sama tidak mewakili kebutuhan dan kepentingan rakyat. Kelompok yang kerap menyatakan sistem proporsional terbuka menyuburkan money politics dan liberalisasi Pemilu pun demi kepentingan kekuasaan Parpol.
Kelompok ini ingin menertibkan dan mengendalikan para Caleg agar tunduk dan patuh kepada Parpol. Praktik money politics yang berlangsung terbuka harus diubah menjadi tertutup. Semua harus dikanalisasi dan dikendalikan oleh Parpol. Kelompok ini juga pasti akan mendorong hidupnya kembali mekanisme “recall” bagi anggota DPR yang tidak “patuh dan tertib”.
Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat memilih sebagai pendukung Pemilu 2024 dengan sistem proporsional terbuka. Namun pergerakan dan perjuangan Kornas tidak sama dan sebangun kelompok taman kanak-kanak yang suka “baperan”. Atas polemik yang terjadi akibat rumor tersebut, Kornas menyampaikan sikap sebagai berikut:
Pertama, ancaman kedelapan Fraksi DPR terhadap MK adalah ancaman serius dan tidak boleh dianggap main-main. Ancaman emosional khas anak-anak tersebut menunjukkan rendahnya kualitas anggota DPR. Maka telah ditemukan hal ikhwal kegentingan yang memaksa untuk mengubah sistem Pemilu yang membuat orang-orang seperti mereka tidak menjadi anggota DPR.
Kedua, MK RI sebagai lembaga produk reformasi, diminta untuk tidak dipengaruhi tekanan politik dari pihak manapun. Sebagai satu-satunya lembaga yang diberi kewenangan untuk menguji UU terhadap Konstitusi, maka MK tidak boleh dipersekusi atas proses dan hasil keputusannya.
Ketiga, Parpol dan DPR adalah lembaga publik yang menggunakan anggaran negara dan publik. Maka pimpinan Parpol dan DPR sekalipun, tidak dibenarkan menyampaikan ancaman ke lembaga negara lainnya. Pimpinan Parpol dan DPR tidak dibenarkan menyampaikan pernyataan yang dapat memicu dan memacu “chaos politik”, keresahan, dan kegaduhan politik.
Discussion about this post