Ancaman middle income trap yang harus diatasi dengan level of growth ekonomi yang tinggi melalui produktivitas faktor kapital yang tinggi yaitu dengan inovasi dan efesiensi, salah satunya dengan hilirisasi sumber daya alam (SDA) dan transformasi sektor industri di berbagai bidang termasuk sektor pariwisata serta juga menyampaikan diperlukan upaya pengendalian inflasi menggunakan instrumen fiskal dan nonfiskal, penghapusan kemiskinan ekstrem, penurunan prevalensi stunting, dan peningkatan investasi serta upaya meningkatkan akselerasi pembangunan infrastruktur, juga penguatan anggaran prioritas dalam rangka mendukung transformasi ekonomi.
Menurut Faisal Yusuf dalam tulisannya “Indonesia Harus Keluar dari Ancaman Middle Income Trap bahwa Indonesia perlu terapkan reformasi struktural yang tepat dengan pemberdayaan sektor manufaktur jangka panjang.
Indonesia juga, harus genjot pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 6 persen pada 2040 agar terhindar dari middle income trap tersebut. Reformasi struktural menjadi kunci keberhasilan transformasi ekonomi berkelanjutan. Reformasi struktural merupakan seperangkat tindakan yang mengubah struktur ekonomi.
Menurut Kiki Verico, 2021, Global Pandemic 2020 Indonesia Output Gap and Income Trap Scenario, LPEM-FEB UI Working Paper, bahwa kebijakan reformasi, mengubah kerangka kelembagaan, serta kerangka peraturan untuk perkuat agen sosial ekonomi yang membentuk wilayah (negara, keluarga, dan perusahaan) beroperasi.
Melalui reformasi struktural, perubahan yang menjangkau jauh dapat dilakukan. Adapun, tujuan utama dari reformasi struktural adalah untuk memperkuat perekonomian, serta memaksimalkan potensi perekonomian dan keseimbangan pertumbuhan.
Secara teori yang diungkap Yusuf dan Kiki Verico bisa mewakili kegelisahan pemerintah dalam merespon ancaman Midle Income Trap. Namun, praktek pemerintah dalam berbagai kebijakan, tak mampu konsolidasi agen sosial ekonomi maupun demografi. Karena bertumpu pada penanaman modal asing (foreign direct investment) tanpa mengikat sumberdaya manusia yang siap kerja sehingga abaikan lapangan kerja untuk tenaga lokal.
Kemudian, faktor penghambat adalah transaksi berjalan (current account) yang tidak maksimal dalam menopang pertumbuhan ekonomi. Lihat saja banyak perusahaan industri perikanan (manufacture) tidak berjalan baik. Apalagi perspektif keadilan lingkungan yang selama ini menjadi masalah paling krusial dan ancaman dimasa depan seperti pengerukan, penghisapan dan ekspor pasir laut yang membuat bangsa ini terancam dimasa depan.
Hingga kini, pemerintah juga gagal mengawasi laju jumlah penduduk yang diperkirakan tahun 2040 adalah bom hari tua bagi yang milenial sekarang. Jumlah penduduk lansia akan lebih banyak dengan berumur muda. Mudah kita lihat contoh Jepang yang tidak mampu menahan laju penduduk lansia. Pada tahun 2040, Indonesia juga terancam oleh menurunnya produktivitas penduduk sehingga menyebabkan sektor-sektor andalan tidak progresif.
Semua faktor diatas belum terlihat. Namun, sudah dikerjakan yakni efisiensi ekonomi dan ketersediaan infrastruktur serta tingkat teknologi. Hal ini mestinya, merata di seluruh Indonesia. Namun, hanya Jakarta, Jabodetabek dan Pulau Jawa merasakannya.
Daerah-daerah lain belum merasakan keadilan yang merata ini. Sejak Indonesia merdeka, hanya Jakarta dan Pulau Jawa yang menentukan distribusi, industri, dan infrastruktur. Daerah lain tertinggal?.(***)
Penulis: Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI), Menulis dari RSUP Fatmawati Jakarta Selatan. “Hanya Menulis Bisa Mengobati Kerinduan Ini.”
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post