Untuk mengetahui terjadinya transformasi digital pada fase ini, kita mungkin bisa melihat dengan apa yang terjadi di bidang transportasi dan akomodasi. Pada era ini kita melihat munculnya perusahaan-perusahaan seperti Uber, AliBaba, Airbnb.
Perusahaan yang tiba-tiba besar padahal tidak memiliki infrastuktur bisnis sepadan seperti biasanya. Bila Uber adalah perusahaan taksi terbesar tanpa memiliki kendaraan, maka Ali Baba adalah retailer terbesar tapi tidak memiliki gudang penyimpanan (inventory). Begitu juga dengan Airbnb sebagai perusahaan akomodasi terbesar tapi tidak mempunyai real estate sendiri.
Seirama dengan yang terjadi di dunia transportasi dan akomodasi, hal yang sama juga terjadi di media. Pada era ini juga media mendapat kompetitor baru yang lebih gigantik yang juga tidak mempunyai karya jurnalistik seperti media, yaitu digital platform.
Mereka bekerja layaknya media, tapi tidak pernah melakukan kerja-kerja jurnalistik seperti media. Digital platform seperti Google, Facebook adalah perusahaan media dan perusahaan periklanan terbesar dunia, tapi tidak pernah memproduksi konten seperti yang dilakukan media.
Situasi ini bukan hanya dialami di Indonesia yang mendorong Dewan Pers membuat Task Force Media Sustainability, namun juga dialami di negara-negara lain.
Namun seperti yang disampaikan sebelumnya, ini baru tahap awal tantangan di era siber. Digital Platform baru diantara tantangan media di era transformasi digital.
Media dengan kerja-kerja jurnalistik, beberapa waktu lalu menghadapi tantangan baru yang sepertinya akan lebih pelik yaitu munculnya ChatGPT.
Aplikasi yang rilis pada 30 November 2022 ini, menghebohkan dunia internet karena bisa melakukan banyak hal yang biasa dikerjakan manusia. Padahal masih dalam tahap percobaan.
ChatGPT adalah chatbot AI (Artificial Intellegence). Program komputer berupa robot virtual yang bisa membuat percakapan layaknya manusia biasa. Sangat natural sehingga bisa diperintah membuat essay dan puisi. Meski laman resminya mengatakan bahwa aplikasi ini belum optimal menyelesaikan soal-soal matematika, tapi beberapa persamaan matematika yang rumit masih bisa diselesaikan. Bahkan beberapa programmer melihat ChatGPT bisa membuat coding dengan mahir.
ChatGPT dikeluarkan oleh OpenAI. Sebuah perusahaan riset bidang Artificial Intellegence yang diantara pendirinya adalah Elon Musk. Microsoft tercatat sebagai salah satu perusahaan yang mendukung OpenAI ini.
Untuk melihat bagaimana ChatGPT menjadi tantangan baru bagi kerja-kerja jurnalistik, mari kita telusuri sistem kerja ChatGPT sedari awal. Sistem kerja ChatGPT tidak bisa dilepaskan dari sistem pengolahan data pada mesin pembelajaran (Machine Learning) yang menjadi nyawa Industri 4.0.
Para ilmuwan data sendiri secara umum melihat pengolahan data dibagi pada tiga model berbeda; supervised learning, unsupervised learning dan reinforcement learning.
Bila kita bertanya pada ChatGPT apa itu supervised learning, aplikasi ini akan menjawab bahwa supervised learning adalah algrotima machine learning dimana data yang ada diberi label terlebih dahulu. Setelah itu akan dibuat klasifikasi (classification) atau memprediksi nilai selanjutnya (regresi).
Jawaban ChatGPT ini seleras dengan pendapat Rudolph Russel dalam “Machine Learning: Step-by-Step Guide to Implement Machine Learning Algorithms with Python” yang ditulis tahun 2018. Menurut Russel supervised learning itu “In this type of machine learning system, the data that you feed into the algorithm, with the desired solution, are referred to as ‘label’.
Discussion about this post