Selain itu, adanya budaya liberal yang tak sedikit diadopsi dari barat telah berhasil menjangkiti generasi saat ini yang mana tingkah laku mereka jauh dari budaya ketimuran yang masih menjunjung tinggi norma-norma agama.
Di samping itu, adanya pemahaman sekularisme pun turut andil, yakni anggapan bahwa agama tak perlu ikut campur dalam urusan kehidupan manusia. Agama seakan hanya mengurusi masalah yang menyangkut hubungan manusia dengan pencipta, sementara perkara yang menyangkut hubungan sosial, maka peran agama dimarginalkan.
Karenanya bisa terbayang bagaimana gambaran generasi mendatang, jika generasi saat ini saja pergaulannya begitu rusak, sehingga tidak menutup kemungkinan pergaulan generasi yang akan datang akan lebih rusak lagi.
Sebagaimana kalimat hikmah yang menyatakan bahwa wanita itu tiang negara, “Wanita adalah tiang negara. Apabila wanitanya rusak maka akan rusak pula negara.”
Adapun makna dari kalimat hikmah tersebut bahwa wanita tiang negara adalah sebagai bentuk pokok kekuatan dan penghidupan. Tetapi makna ini tidak hanya sebagai makna penyokong tunggal moralitas suatu bangsa. Karena sesungguhnya tiang akan menjadi kuat jika didukung dengan komponen lainnya.
Dari itu, sungguh hal itu menjadi tanggung jawab bersama bagaimana menciptakan lingkungan yang dapat membentuk generasi mendatang menjadi generasi yang berbudi pekerti yang luhur.
Karenanya untuk membentuk generasi yang berakhlak mulia perlu disokong oleh beberapa pilar penting, di antaranya: Pertama, peran keluarga.
Keluarga merupakan pondasi utama dalam mendidik bagaimana anak-anaknya ke depannya. Karenanya dalam hal ini orang tua tentunya harus memiliki ilmu bagaimana dalam mengarahkan anaknya menjadi individu yang tak hanya cerdas secara akademis, namun juga mendidik anaknya agar memahami norma agama.
Discussion about this post