Kemudian, kelima, melakukan pencegahan dan pengentasan daerah rawan pangan dan masalah gizi termasuk stunting. Ruang lingkup keenam, mengatur kegiatan-kegiatan lain yang disepakati BKKBN dengan Badan Pangan Nasional.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan pihaknya mendukung penuh BKKBN dalam upaya percepatan penurunan stunting. Arief juga mengatakan dukungan itu akan dilakukan dalam bentuk kerja sama untuk mencapai sinergitas.
Menurut Arief, Badan Pangan Nasional siap melaksanakan lima pilar strategi nasional percepatan penurunan stunting yang salah satunya adalah peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga dan masyarakat.
Arief mengatakan wilayah rentan pangan di Indonesia terdapat di 74 kabupaten dan kota atau sekitar 14%, yang ingin diturunkan menjadi dibawah 14%. Penyebab utama kerentanan pangan adalah neraca pangan wilayah defisit, persentase penduduk miskin tinggi dan prevalensi balita stunting tinggi.
“Pada tahun 2021, sebanyak 23,1 jiwa (8,49%) penduduk Indonesia mengkonsumsi kalori kurang dari standar minimum untuk hidup sehat dan aktif. Dan juga kualitas konsumsi pangan penduduk Indonesia belum beragam dan bergizi seimbang. Masih tingginya konsumsi padi-padian, minyak dan lemak serta kurangnya konsumsi sayur dan buah, pangan hewani serta umbi-umbian,” kata Arief.
Selanjutnya Badan Pangan Nasional akan menyandingkan data-data daerah rawan pangan dengan data-data daerah dengan prevalensi stunting tinggi. Dengan menyatukan kedua data tersebut maka upaya percepatan penurunan stunting bisa dilakukan dengan baik.
“Apakah ada irisan daerah rawan pangan dengan prevalensi stunting? Pertanyaan inilah yang akan kita jawab bersama-sama dan kita sebagai Badan Ketahanan Pangan siap membantu dengan sinergi untuk percepatan penurunan stunting,” kata Arief.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menilai Badan Pangan Nasional berperan sangat penting dalam upaya percepatan penurunan prevalensi stunting.
Discussion about this post