PENASULTRAID, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia bersama Komisi XII DPR RI sepakat mengubah mekanisme persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) pertambangan mineral dan batu bara (minerba) kembali menjadi tiap 1 tahun.
Dilansir dari laman Bloomberg Technoz, saat ini, RKAB yang diajukan oleh penambang minerba berlaku untuk jangka waktu 3 tahun, sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 10/2023.
Permen ESDM No. 10/2023 mengatur tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, dan Persetujuan Rencana kerja dan Anggaran Biaya Serta Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Pertimbangan untuk mengembalikan penerbitan RKAB dari 3 tahunan menjadi 1 tahun sekali itu merupakan usulan dari Komisi XII DPR RI. Hal itu mempertimbangkan alasan ketidaksesuaian jumlah produksi minerba dengan kebutuhan atau permintaan di pasar.
Kondisi tersebut mengakibatkan kelebihan pasokan (oversupply) di pasar, sehingga harga komoditas tambang pun anjlok di pasaran, khususnya untuk batu bara dan nikel, karena Indonesia menjadi produsen utama tingkat global.
Merespons hal itu, Bahlil merasa sependapat dengan anggota dewan, dia pun mengamini kondisi oversupply disebabkan produksi yang terlalu berlebihan dan tidak mempertimbangkan kebutuhan pasar.
“Jadi menyangkut RKAB, memang kalau kita membuat satu tahun nanti dikirain kita ada main-main lagi. Namun, karena ini sudah menjadi keputusan politik, makanya kita lakukan. Mulai hari ini, dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, kami terima usulan dari Komisi XII untuk kita buat RKAB per [satu] tahun,” kata Bahlil dalam rapat bersama Komisi XII, Rabu 2 Juli 2025.
Produksi Berlebihan
Bahlil menuturkan saat ini jumlah batu bara yang diperjualbelikan di pasar global mencapai 1,2 miliar hingga 1,3 miliar ton per tahun, sementara Indonesia memproduksi 600 juta hingga 700 juta ton per tahun. Artinya, lebih dari 50% penjualan batu bara global dikuasai Indonesia.
Namun, kata Bahlil, produksi batu bara RI dilakukan jorjoran. Hal itu tidak terlepas dari penerbitan RKAB yang dilakukan 3 tahun sekali. Walhasil, produksi menjadi tak terkendali.
“Saya mengatakan ini jorjoran, akibat RKAB yang kita lakukan per tiga tahun, itu buahnya adalah tidak bisa kita mengendalikan antara produksi batu bara dan permintaan dunia. Apa yang terjadi? Harga jatuh,” ucapnya.
Bahlil juga memastikan anjloknya harga batu bara akibat isu kelebihan pasok berimbas pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP) minerba.
“PNBP kita pun itu turun. Akibat dari apa? Kebijakan kita bersama yang membuat [RKAB] 3 tahun ini. Itu dari sisi batu bara. Nikel pun demikian. Bauksit pun demikian,” tutur Bahlil.
Sekadar catatan, realisasi PNBP dari sektor pertambangan minerba pada kuartal I-2025 memang anjlok 7,42% secara manual menjadi hanya Rp23,7 triliun. Penurunan ini terutama disebabkan oleh lesunya harga batu bara.
Adapun, Kementerian ESDM menargetkan PNBP minerba sepanjang 2025 bisa mencapai Rp124,5 triliun, yang juga mengalami penurunan dibandingkan dengan realisasi kumulatif tahun lalu sejumlah Rp140,5 triliun.
Bahlil berharap setelah penerbitan RKAB disetujui menjadi 1 tahun sekali, tidak ada lagi pihak yang ‘bermain-main’ atau penambang yang melanggar kesepakatan produksi dalam RKAB.
“Enggak boleh lagi ada main-main, supaya apa? Kita jaga harga batu bara dunia, kita juga jaga pendapatan negara dan keuntungan dari perusahaan,” imbuhnya.
Sementara itu, ditempat terpisah, Dirjen Minerba Tri Winarno menyebut RKAB eksisting yang saat ini sudah disetujui—yakni untuk 2025 hingga 2027—nantinya akan dilakukan penyesuaian.
“Jadi ya mesti ada adjustment kan karena ini sudah kadung yang 2025—2027. Maksudnya gini, supply-nya sekitar berapa, kebutuhan kita berapa nanti di-adjust supaya harganya relatif stabil,” ungkapnya.
Banyak Bermasalah
Discussion about this post