PENASULTRAID, KONAWE – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) didesak segera memproses dugaan tindak pidana Pemilu terhadap empat komisioner penyelenggara Pemilu di Kabupaten Konawe.
Keempat komisioner tersebut masing-masing adalah Ketua Bawaslu Konawe (Abuldan), Komisioner Bawaslu Konawe (Restu) serta dua anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Konawe Ijang Isbar dan Ramdhan Rizki Pratama.
Keempatnya disebut terlibat dalam skenario kasus penggelembungan suara di Kecamatan Latoma pada Pemilu lalu. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam amar putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI yang sudah dibacakan pada Senin 18 November 2024.
Desakan ini disuarakan oleh Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Sultra Karmin pada awak media, Kamis 21 November 2024.
“Saya anggap tidak perlu menunggu laporan masyarakat, Bawaslu Sultra sudah bisa melakukan langkah memproses pelanggaran tindak pidana Pemilu yang dilakukan oleh empat orang penyelenggara Pemilu di Konawe ini. Sudah ada putusannya, Bawaslu pasti sudah menerima salinan putusan itu,” tegas Karmin.
Karmin mengungkapkan bahwa dalam sidang Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) yang telah diputuskan DKPP sejumlah fakta terungkap terkait adanya penggelembungan suara salah satu calon anggota legislatif (caleg).
“Itu jelas pidana. Olehnya itu, kami mendesak Bawaslu Sultra agar bisa menindaklanjuti kasus pidana Pemilu penggelembungan suara yang terjadi di Konawe ini,” tekannya.
Karmin lantas membeberkan, pada Pasal 532 Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp48 juta.
Kemudian, Pasal 535 menyebut bahwa setiap orang yang dengan sengaja mengubah, merusak, dan/atau menghilangkan berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 398 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
Discussion about this post