Ada juga Pasal 551 yang menekankan bahwa Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan/atau PPS yang karena kesengajaannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
Ditambah lagi dengan Pasal 554, dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam UU ini.
“Terkait UU Nomor 7 Tahun 2017 tersebut, sejumlah pasal telah dilanggar oleh empat penyelenggara Pemilu di Konawe,” beber Karmin.
Untuk itu juga, kata Karmin, sesuai dengan Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum pada Pasal 2 Penanganan Temuan dilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan Panwaslu LN berdasarkan laporan hasil pengawasan Pengawas Pemilu dan/atau hasil investigasi, Bawaslu Sultra sudah bisa melakukan investigasi.
“Bukti-bukti sudah ada bahkan putusan DKPP sudah mensahkan perbuatan mereka terbukti melanggar,” pungkasnya.
Diketahui, DKPP dalam sidang pembacaan putusannya menyebutkan bahwa para teradu yang tak lain adalah empat penyelenggaraan Pemilu di Konawe terbukti melakukan pelanggaran KEPP dengan melakukan penggelembungan suara terhadap caleg nomor 5 di Dapil V asal Partai Amanat Nasional (PAN) atas nama Refaldy Ferdinand sebanyak 7 suara.
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post