“Itu jelas pidana. Olehnya itu, kami mendesak Bawaslu Sultra agar bisa menindaklanjuti kasus pidana Pemilu penggelembungan suara yang terjadi di Konawe ini,” tekannya.
Karmin lantas membeberkan, pada Pasal 532 Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp48 juta.
Kemudian, Pasal 535 menyebut bahwa setiap orang yang dengan sengaja mengubah, merusak, dan/atau menghilangkan berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 398 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
Ada juga Pasal 551 yang menekankan bahwa Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan/atau PPS yang karena kesengajaannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
Ditambah lagi dengan Pasal 554, dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488, Pasal 491, Pasal 492, Pasal 500, Pasal 504, Pasal 509, Pasal 510, Pasal 511, Pasal 518, Pasal 520, Pasal 523, Pasal 525 ayat (1), Pasal 526 ayat (1), Pasal 531, Pasal 532, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535, dan Pasal 536, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam UU ini.
“Terkait UU Nomor 7 Tahun 2017 tersebut, sejumlah pasal telah dilanggar oleh empat penyelenggara Pemilu di Konawe,” beber Karmin.
Discussion about this post