Oleh: Siti Sahara
Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat mengatakan, jumlah korban meninggal dunia akibat gempa magnitudo 5,6 pada Senin (21/11/2022) bertambah menjadi 635 orang. Data itu setelah tim SAR gabungan menemukan tiga jenazah korban tertimbun longsor.
Bupati Cianjur, Herman Suherman mengatakan, pencarian hari terakhir korban hilang tertimbun longsor akibat gempa lebih dimaksimalkan meski setiap sore lokasi diguyur hujan deras (Republika.co.id, 20/12/22).
Selain berita korban yang meninggal dan hilang, keadaan korban selamat di TKP pun tidak lantas membaik. Sudah satu bulan, Yana Setiawan, 46 tahun, tidur beralas tikar dan beratap terpal di tenda pengungsian di Desa Cibeureum, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Desa Cibeureum adalah salah satu desa yang terdampak parah oleh guncangan gempa pada 21 November lalu. Mayoritas rumah warga rusak, termasuk rumah Yana yang atapnya rubuh dan banyak dindingnya retak. Itu membuat Yana belum berani kembali ke rumahnya.
Apalagi, gempa masih berulang kali mengguncang wilayah Cugenang pada Rabu. Meski kekuatannya berkisar magnitudo 2, namun warga bisa merasakan guncangan itu karena pusat gempanya cukup dangkal (Bbc.com, 22/12/2022).
Akibat lamanya tinggal di pengungsian, sebagian warga juga mengalami masalah kejiwaan. Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur menemukan bahwa ada 61 pengungsi dari 16 kecamatan mengalami gangguan kejiwaan, 21 orang di antaranya dinyatakan mengalami gangguan jiwa berat. Bahkan, ada tiga orang yang harus dirujuk ke rumah sakit jiwa karena menunjukkan gejala yang serius (Kumparan, 22/12/2022).
Bak badai yang kunjung usai, malangnya, belum rampung masalah korban yang harusnya diselesaikan, terdapat laporan yang diduga penyelewengan bantuan yang harusnya tersalurkan.
Laporan itu dilakukan oleh Acsenahumanis Respon Foundation terhadap Bupati Cianjur Herman Suherman pada Jumat (16/12/2022).
Acsenahumanis Respon Foundation usai membuat laporan menyebut bantuan tersebut diberikan oleh Emirates Red Crescent terdiri atas 2.000 lembar selimut, 25 ton beras, 1.000 paket kebersihan, 500 lampu bertenaga solar, dan battery charger untuk tenda.
“Bupati memotong SOP (prosedur operasi standar) yang sudah dibuat BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) serta me-repacking bantuan menjadi berbeda,” tulis Acsenahumanis Respon Foundation dalam keterangannya (Republika.co.id, 28/12/22).
Di tengah terjadinya bencana alam yang melanda, belum sempat mengurusi korban yang meninggal, luka-luka, korban belum ditemukan, kemudian tempat evakuasi yang tidak memadai, ketidakpastian kembalinya rumah warga yang hancur setelah bencana, hingga puncak mirisnya adalah adanya perilaku penyalahgunaan saluran bantuan dari kepala daerah merupakan bukti nyata minimnya penguasa dalam hal meriayah (mengurusi) urusan umat. Karena jika tidak demikian tentulah permasalahan tersebut tidak akan terjadi, bahkan dapat ditangani dan dicegah jauh-jauh hari sebelumnya.
Padahal telah jelas Rasulullah SAW. bersabda “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Selain itu, dilanjutkan peringatan dari Rasulullah SAW terkait seseorang yang diberi amanah, yakni “Tidaklah seseorang yang diberi amanah mengurus rakyatnya, lalu tidak menjalankannya dengan penuh loyalitas, melainkan dia tidak mencium bau surga.” (HR Bukhari).
Benar bencana alam merupakan sesuatu yang ditetapkan oleh Allah SWT. dan siapapun tidak dapat menghindarinya, namun dari sisi manusia sebagai makhluk dalam mengimani ketetapan-Nya, kita diberikan kemampuan untuk melakukan hal-hal yang menjadi potensi diri kita. Di antaranya adalah pemimpin yang diberi amanah sebagai pengurus umat yang memiliki kekuatan dalam melindungi dan mengayomi masyarakatnya.
Adapun hal-hal yang dapat dilakukan negara dalam mencegah terjadinya bencana alam dapat dibagi menjadi dua, yakni: Pertama, pencegahan, yaitu tata letak kota/pemukiman yang sekiranya rawan mengalami bencana alam untuk tidak dijadikan pemukiman.
Kemudian membangun infrastruktur dengan baik dan berkualitas, di mana mampu untuk menahan kemungkinan guncangan hingga tidak mudah roboh. Pun adanya alarm siaga bencana yang dapat menginformasikan jauh sebelum terjadi bencana agar masyarakat siaga dan dapat langsung mengungsi ketempat yang aman sehingga meminimalisir adanya korban.
Kedua, penanganan setelah terjadi bencana, di mana harus cepatnya gerakan evakuasi korban bencana, dengan menggerakkan seluruh tenaga dan alat yang mampu menopang lancarnya evakuasi di lapangan, mengoptimalkan tempat penampungan sementara yang setidaknya nyaman bagi para korban yang selamat, menyediakan para tenaga medis dan obat-obatan yang mampu menyembuhkan dan jika luka berat dapat langsung ditangani, tersedianya bahan pangan, air bersih dan alat-alat lainnya yang sekiranya dibutuhkan para pengungsi.
Tak kalah penting, yakni membangun kembali tempat tinggal baru bagi masyarakat yang kehilangan rumah setelah bencana usai, agar mereka dapat melanjutkan kehidupan tanpa ada kendala, seperti dalam hal pengurusan administrasi dan sebagainya.
Oleh karena itu, ketika negara dalam mengurusi urusan masyarakat dengan cara yang tepat dan benar, maka tentu saja masyarakat dapat merasakan keamanan jiwa dan harta sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Wallahu a’lam.(***)
Penulis: Freelance Writer
Jangan lewatkan video populer:

Discussion about this post