PENASULTRAID, JAKARTA – Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional, Wirawati Catur Panca bersama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyelenggarakan Forum Diskusi Aktual, Berbangsa, dan Bernegara bertajuk “Patriotisme Perempuan: Dulu, Kini, dan Nanti” untuk memperkuat peran perempuan dalam pembangunan bangsa.
Acara yang berlangsung di Gedung MPR pada Rabu 5 Maret 2025 itu dihadiri oleh berbagai tokoh perempuan dan pemangku kepentingan yang berkomitmen untuk terus mengangkat peran perempuan dalam sejarah dan masa depan Indonesia.
Pia Feriasti Megananda, Ketua Wirawati Catur Panca dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur atas terselenggaranya forum ini serta apresiasi kepada Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat atas dukungan dan inisiatifnya dalam mendukung diskusi yang membahas kiprah perempuan dalam pembangunan bangsa.
“Kehadiran kita di Gedung MPR hari ini memberikan makna mendalam bagi diskusi ini, mengingat perjuangan bangsa yang harus terus dilanjutkan dengan melibatkan semua komponen masyarakat, termasuk perempuan sebagai bagian integral dari kemajuan tersebut,” kata dia.
Pia berharap diskusi ini akan semakin meningkatkan peran perempuan dalam menjaga dan membangun bangsa akan semakin penting, dan bukan hanya agen perubahan, tetapi juga pemimpin yang membawa harapan baru bagi Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Lestari Moerdijat mengungkapkan bahwa perempuan telah mengisi lembar sejarah Indonesia sejak dulu. Banyak tokoh perempuan yang dianugerahi gelar pejuang nasional, seperti para pemimpin perempuan dari Aceh yang pernah memimpin dengan gagah berani.
Salah satu contoh terbaru adalah pengakuan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional pada 2023. Ratu Kalinyamat, yang memimpin pada abad ke-15, memiliki visi maritim yang luar biasa dengan menyatukan para sultan dari Aceh dan membangun pertahanan laut Nusantara yang mampu menghadang invasi Portugis.
“Fakta sejarah mencatat bahwa pasukan Portugis gentar menghadapi armada laut Ratu Kalinyamat yang berjumlah ribuan orang, mirip dengan kapal induk dalam kekuatan modern. Sayangnya, setelah masa kolonial, bangsa Indonesia justru dilarang membangun kapal besar, padahal industri perkapalan saat itu berkembang pesat dengan peran signifikan dari Perempuan,” ujarnya.
Menurut Lestari, kondisi perempuan masa kini masih menghadapi berbagai tantangan dalam mencapai kesetaraan. Meskipun sejarah membuktikan bahwa perempuan memiliki kemampuan besar, banyak di antara mereka masih dihadapkan pada keterbatasan akses dan stereotip yang menghambat potensi mereka.
Meskipun konteks perjuangannya berbeda, semua pihak sepakat bahwa perempuan harus terus berperan aktif dalam pembangunan bangsa.
“Dari diskusi ini, diharapkan semakin banyak perempuan yang terinspirasi untuk mengambil peran dalam berbagai sektor, baik dalam politik, ekonomi, maupun sosial. Kesetaraan bukan hanya cita-cita, tetapi sebuah perjuangan yang harus terus diperjuangkan bersama demi masa depan Indonesia yang lebih baik,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, diskriminasi gender masih menjadi tantangan yang harus dihadapi di berbagai sektor, terutama di lingkungan kerja. Perempuan sering kali menjadi kelompok yang lebih rentan terhadap ketidakadilan dalam hal kesempatan kerja, penggajian, dan promosi.
Dia mengatakan, diskriminasi yang terjadi ini mencakup berbagai aspek, termasuk kesempatan kerja, penggajian, promosi, serta kondisi kerja. Seperti, peluang kerja yang tidak setara, kesenjangan upah (Gender Pay Gap), hambatan dalam promosi jabatan, pelecehan dan kekerasan di tempat kerja, ketidaksetaraan dalam hak dan fasilitas.
Discussion about this post