Refin memang salah satu anak di sekolahnya yang prestasinya menonjol. Sejak kelas 1, selalu menyabet peringkat pertama. Ia sangat aktif, dan menunjukan diri punya kelebihan akademis. Kala ada informasi soal kompetisi sains madrasah itu, ia tertarik mengikutkan Refin. Sayangnya, sekolahnya tak punya perangkat komputer.
“Soalnya lombanya kan pakai komputer pak, karena daring. Jadi, awalnya kita bingung,” kisah Susida, yang juga guru honorer di MTS.
Untung saja, MTS di Dongkala, kampung tetangga Tapuhaka, mau membantu. Mereka meminjamkan perangkat itu untuk Refin belajar sekaligus ikut lomba.
“Nanti pi mau ikut lomba Refin, baru anak itu kenalan dengan komputer. Tapi saya kagum karena dia segera bisa beradaptasi, bahkan menang dari kabupaten hingga provinsi,” imbuh perempuan itu.
Jangan sampai Refin dibantu saat jawab soal-soal makanya menang?
“Oh, tidak Pak. Itu dipasangi kamera, jadi dipantau langsung. Anak itu yang jawab sendiri semua. Soalnya itu dari IPA, ada Bahasa Arab, Inggris,” sergah Susida, saat saya mengajukan pertanyaan bernada ragu itu. Ia menegaskan, Refin belajar keras untuk melewati semuanya.
Susida ingin sekali agar prestasi Refin ini bisa membuat sekolahnya mendapatkan perhatian lebih dari Kementerian Agama, setidaknya mereka diberi sarana pembelajaran yang memadai. Ini juga jadi posisi tawar buat lembaga pendidikannya, agar kian banyak orang tua yang mau menyekolahkan anaknya di MIS Istiqamah.
Usai mengobrol lewat telepon senja tadi, saya meminta Ibu Susida mengirimkan foto kondisi sekolahnya. Masya Allah, sangat sederhana, bila tidak ingin disebut memprihatinkan.
“Itu kondisi RKB kami Pak. Baru satu yang permanen. Selama ini, kami mengandalkan dana BOS untuk menyelenggarakan proses belajar. Kami disini enam orang guru, satu orang PNS. Itupun tercatat sebagai guru di sekolah lain,” terang Susida.
Refin sudah membuktikan, meski belajar di ruang kelas tanpa penyejuk ruangan, prestasi bisa lahir. Bocah itu kini dalam perjalan pulang kampung, membawa piala dan kehormatan bagi keluarga dan sekolahnya. Ia laksana bintang kecil dari timur Pulau Kabaena.
******
Dalam literatur jurnalistik, tulisan semacam ini sering disebut sebagai feature story atau kisah dibalik berita. Penghargaan terhadap prestasi seseorang itu mungkin sudah jamak, dan kadang terlihat tidak lagi menarik untuk jadi berita atau tulisan. Tapi jika sosok dibalik prestasi itu ditelisik, ternyata ada sisi menarik untuk dielaborasi untuk kemudian disulam jadi kata kata.
Maka tulislah kisah itu dari sisi berbeda. Ceritakanlah dari sudut pandang lain. seperti Kisah seorang Refin Rahman, yang mungkin dianggap biasa tapi bila mampu dicari sisi menariknya, mungkin bisa renyah untuk dibaca lebih jauh. Ceritakanlah dengan gaya story telling, dan dapatkanlah dampaknya. Saya juga tak pandai, tapi selalu ingin belajar menukil kisah-kisah penuh nilai human interes semacam ini.(***)
Penulis: Penyuka Kopi
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post