“Gerakan pemberdayaan dan edukasi yang sifatnya massif dilakukan untuk mempertahankan angka CPR 57% (Contraceptive Prevalence Rate/rata-rata pemakaian kontrasepsi) di masa pandemic Covid-19,” kata Hasto di Jakarta.
Menurut Hasto, BKKBN tetap berkomitmen untuk menurunkan angka total fertility rate (TFR) dari 2,46 sebelum pandemi menjadi 2,24 setelah dua tahun masa pandemi.
“Kami fokus kepada pembangunan keluarga, baik secara kualitas maupun kuantitas untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta mempercepat penurunan prevalensi stunting,” kata Hasto.
Sebelumnya, Hasto mengatakan Penghargaan Kependudukan dari PBB (UNPA) ini merupakan buah dari kerja keras dan dukungan dari pemerintah.
Menurut Hasto, BKKBN berhasil menerapkan program KB. Angka kelahiran berhasil diturunkan secara tajam, dari 5,6 menjadi 2,2 kelahiran per perempuan selama 1970 hingga tahun 2000.
“Penurunan angka kelahiran ini memperlambat laju pertumbuhan penduduk dan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, serta infrastruktur sehingga meningkatkan standard hidup masyarakat,” jelas Hasto.
Dampak nyata dari program tersebut, lanjut Hasto, adalah bonus demografi yang diraih Indonesia saat ini.
Bonus demografi berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan, di mana jumlah penduduk yang produktif lebih banyak ketimbang penduduk yang tidak produktif.
Perubahan struktur usia kerja juga terjadi di mana jumlah usia kerja muda meningkat drastis sehingga mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Penurunan angka kelahiran juga berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan kaum wanita yang ikut terlibat dalam pekerjaan.
“Kalau anaknya banyak, perempuan tidak sempat lagi ikut bekerja membantu penghasilan keluarga, tetapi hanya mengurusi anaknya yang banyak,” jelas Hasto.
Tambahan pendapatan dari kaum perempuan itu digunakan untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan hidup seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, sekolah, dan kesehatan.
Discussion about this post