“Berbicara tentang SIGA, maka kita bicara tentang proses pencatatan pelaporan, kalau saya amati perjalanannya di Jawa Tengah cukup bagus dibanding provinsi lain, cakupannya sudah 40 persen. lebih, meskipun menurut saya itu belum maksimal,” ungkapnya.
Namun, dia memahami kondisi tersebut mengingat sistem ini merupakan pembaharuan dari sistem sebelumnya, dimana cukup banyak tambahan variabel baru sehingga membutuhkan waktu untuk beradaptasi.
Widwiono pun sangat terbuka menerima saran, masukan serta keluh kesah para pengelola program terkait implementasi sistem tersebut dan tentunya akan diteruskan kepada BKKBN Pusat sebagai pemegang kebijakan.
Lebih teknis, Koordinator Bidang Keluarga Sejahtera Perwakilan BKKBN Jawa Tengah Dra. Herlin Is Ambarwati, MM menyampaikan capaian terkini pelaksanaan Program Bangga Kencana yang menjadi Program Prioritas Nasional (Pro PN) masing-masing daerah.
“Dari enam indikator Pro PN di bidang Keluarga Sejahtera yang terekam dalam SIGA, baru satu indikator yang capaiannya sudah seratus persen, yaitu pembentukan UPPKA (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor), sedangkan lima indikator sisanya, beragam, ada yang sudah 90 persen, tapi ada juga masih 60 persen,” jelas Herlin.
Lima indikator lain yang dimaksudkan diantaranya, persentase BKL (Bina Keluarga Lansia) yang melaksanakan tujuh Dimensi Lansia sebesar 91,92%. Kedua, persentase Keluarga Ibu Hamil dan Baduta yang sudah mendapatkan KIE 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) sebesar 74,39%.
“Ketiga, capaian pelaksanaan pelayanan PPKS (jumlah klien yang mendapatkan pelayanan konsultasi dan konseling) yaitu 3. 498 klien dari target 7. 010 klien. Keempat, persentase PIK Remaja yang melakukan KIE kesehatan reproduksi dan gizi kepada remaja putri sebesar 60,4 persen dan terakhir persentase BKR yang telah melakukan KIE kesehatan reproduksi dan gizi kepada remaja putri sebesar 60,6 persen,” ungkapnya.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, kata Herlin, ada beberapa faktor yang menyebabkan masih belum maksimalnya capaian, diantaranya target yang ditetapkan terlampau tinggi, terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki serta belum optimal kerja sistem yang diterapkan.
Discussion about this post