PENASULTRA.ID, KONAWE UTARA – Puluhan masyarakat yang mengaku sebagai pemilik lahan mendatangi lokasi pertambangan nikel PT. Aneka Tambang (Antam) yang berada di blok Tapunopaka, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), Jumat 27 Agustus 2021.
Sesampainya di lokasi, masyarakat pemilik lahan yang tergabung dalam kelompok Samaturu itu langsung memboikot aktivitas pertambangan dengan cara memasang tenda tepatnya di jalan houling menuju pelabuhan terminal khusus (jety) PT. Antam.
Kekesalan masyarakat ini dipicu lantaran hasil yang disepakati saat rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar di ruang sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Konut pada 12 Agustus 2021 lalu tak dilaksanakan PT. Antam.
Diketahui saat RDP yang juga dihadiri perwakilan Direksi PT. Antam tersebut, pihak DPRD Konut merekomendasikan pemberhentian sementara aktivitas PT. Antam sampai ada upaya negosiasi penyelesaian lahan masyarakat.
Salah satu perwakilan pemilik lahan kelompok Samaturu, Junartin Pagala mengaku, demi mempertahankan haknya, ia bersama dengan para pemilik lahan lainnya rela tidur di atas lumpur beralaskan terpal.
“Kami sebagai pemilik lahan tidak akan meninggalkan lahan kami yang sudah dicuri oleh pihak Antam. Ini sudah jalan terakhir yang dapat kami tempuh,” tegas Junartin.

Sementara itu, di tempat terpisah, Juru Bicara (Jubir) Kelompok Samaturu, Ashari mengatakan, apa yang dilakukan masyarakat pemilik lahan tak lain karena mereka sudah merasa teraniaya selama ini.
“Di mata masyarakat terlalu teraniaya di atas kepentingan negara. Masyarakat jadi korban, sering dijanji tapi tidak ada penyelesaian. Jadi kasus ini sebenarnya bukan lagi nilai rupiah tapi lebih pada sebuah harga diri,” tekannya.
View this post on Instagram
Andaikan dari awal PT. Antam melakukan sosialisasi di tengah masyarakat, kata Ashari, persoalannya tidak akan menjadi serumit ini. Parahnya, PT. Antam justru menempuh jalur hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari.
“Persoalan penyelesaian atas tanah masyarakat itu merupakan bagian masalah terkecil yang dilakukan Antam di Konawe Utara sejak tahun 1995 awal masuknya hingga saat ini,” terangnya.
Untuk itu, Ashari meminta kepada Pemda dan DPRD Konut segera mengambil sikap menyikapi hasil RDP yang telah disepakati bersama.
“Kepentingan masyarakat harus dibela tanpa rasa ketakutan maupun intervensi dari pengendali kekuasaan negeri ini,” pungkas Direktur Eksekutif eXplor Anoa Oheo (EXOH) itu.
Sementara itu, hingga berita ini naik tayang, pihak PT. Antam dan DPRD Konut belum dapat dikonfirmasi terkait pemboikotan lokasi pertambangan PT. Antam.
Editor: Irwan
Discussion about this post