Menurutnya, bila merujuk pada pasal 7 ayat (2) KUHP dalam melakukan penyitaan dan pemusnahan harus ada izin dari Ketua Pengadilan, kemudian di pasal 1 ayat (17) dikatakan harus berkoordinasi dengan pihak Polri.
Namun yang disayangkan pihak BPOM Kendari melakukan penyitaan dan pemusnahan dari salah satu korban produk Kecantikan di Kendari diduga dilakukan secara sepihak atau tidak sesuai prosedural hukum.
“Nah, pertanyaannya sekarang, proses penyitaan, bahkan sampai pemusnahan yang dilakukan, BPOM belum tahu ini kandungan berbahaya atau tidak?. Yang kedua, kenapa tidak berkoordinasi dengan rekan-rekan Polda, dan mana izinmu dari Pengadilan,” Supriadi menambahkan.
Olehnya itu, dari kejadian ini akan dilanjuti ke perkara hukum sebagai bentuk dugaan perampasan dan penyalahgunaan wewenang dalam jabatan terhadap para pengusaha lokal. Sebab bila hal ini tidak respon yang ditakutkan akan ada korban-korban lain selanjutnya yang dapat mematikan usaha di Kota Kendari.
“Kasihan kita ini pengusaha-pengusaha kecil, modal kecil, tidak tahu produk mereka berbahaya atau tidak, langsung seenaknya disita, kan begitu. Ini sama saja dimatikan pengusaha lokal yang ada di Sultra, jelas bertentangan dengan UUD di pasal 23 ayat (2) setiap warga negara Indonesia menerima dan mendapatkan pekerjaan,” kata Supriadi.
Sementara itu, Kepala BPOM Kendari, Riyanto saat menemui massa aksi menyampaikan permohonan maafnya bila terdapat kekurangan maupun ketidak sesuaian dalam proses pengawasan BPOM terhadap produk di Sultra, serta berjanji akan mengevaluasi dan memeriksa kinerja petugasnya di lapangan.
Discussion about this post