Bagi Eros atau nama lain Soegeng Rahardjo Djarot, putra kelahiran Lebak, Banten 22 Juli 1950, penghargaan untuk dirinya bukanlah yang pertama.
Sebelumnya, sebagai budayawan, penulis lagu, dan penulis skenario ini, penghargaan yang diterimanya sudah seabrek. Tahun 1976, 1978, dan 1981, ia sudah menerima penghargaan menjadi penata musik terbaik dan memenangkan penghargaan lewat lagu yang dinominasika: Kawin Lari, Badai Pasti Berlalu, Usia 18.
Ketika Eros mendapat penghargaan pejuang kemerdekaan pers dari SMSI, dia mengaku sedang tidak percaya masih ada orang pers yang berani saat ini. Dia mengira pers sudah mati, tidak berdaya, tidak punya nyali.
Eros kaget dan merasa lega karena ternyata masih ada orang pers yang berpidato galak, seperti pidato yang disampaikan oleh Ketua Umum SMSI Firdaus.
“Saya jadi lega. Saya merasa terobati,” tutur Eros Djarot di depan para tamu undangan dan pengurus SMSI Pusat dan Provinsi, saat memberi sambutan setelah menerima penghargaan.
Dalam konteks pers sebagai pilar demokrasi keempat, kata Eros, SMSI lah yang punya fungsi sebagai pilar demokrasi. Ketua SMSI berani bicara galak pada pihak yang dinilai tidak beres dalam menjalankan tugas secara adil.
Eros menanggapi pidato Firdaus yang ia katakan “galak”. Firdaus melawan draf hak penerbit (publisher right) yang diajukan untuk ditandatangani presiden RI.
Discussion about this post