Mengenai peserta lokal sebagai tuan rumah hanya mengirim 10 orang peserta saja. Mereka terdiri enam peserta aktif dan empat orang penasehat senior.
Tokoh di Balik Layar
Perlu diketahui, sesungguhnya setiap perhelatan wartawan Asia Tenggara, termasuk kali ini, tak lepas dari peran seorang Figur. Dia adalah wartawan senior dan dosen berpredikat S-3. Dia sering tampil mempesona pada kancah internasional selama kurun waktu 30 tahun.
Siapa Dia, kalau bukan Bob Iskandar? Sosoknya bagaikan pemilik “Ambasadornya PWI”. Tugasnya memang rada specialist hubungan luar negeri.
Tentu tidak salah jika disebut sebagai tokoh pemeran di balik layar. Setiap event CAJ seperti sekarang ini Dia selalu tampil prima bagaikan front office dalam hal pelayanan tamu asing. Kebetulan memang Dia dikenal luas kalangan jurnalist dunia.
Bob selalu terdaftar sebagai peserta tetap dan aktif pada setiap event CAJ. Kemunculan sosoknya selalu ditunggu dan tampilannya senantiasa diapresiasi dengan aplusan tepuk tangan. Sosoknya sangat sangat akrap khususnya di jajaran Pers ASEAN.
Pada malam clossing acara Dia sering didaulat sebagai penyanyi tangguh. Konon fasih berbahasa Inggris. Saya dan BOB sering ketemuan pada even CAJ. Kalau Bob “selalu terdaftar sebagai peserta tetap, sedangkan Saya hanya menjadi peninjau tetap” CAJ, kecuali pada sidang di Bali Saya absen.
Dalam hal peran utamanya, figur berbadan bonsor ini semata sebagai penopang saja. Tidak lebih dari itu. Sayang “maskot CAJ” ini kesehatan mulai menurun dan rambutnya mulai ubanan. Dia tidak menyetir lagi sendiri mini bus Toyota rongsokannya. Bob kini, lebih banyak naik grab dari kocek sendiri jika ada panggilan tugas CAJ-nya. Padahal sukses berbagai event jurnalists kelas dunia ini sering dimainkannya.
Tidak hanya itu, Bob panggilan akrabnya, sering terlibat dalam pertemuan jurnalists internasional, seperti dalam asosiasi wartawan di Afrika, Eropa, Amerika dan International Federation of Journalists, Brussels, Belgium misalnya.
Selain senior director CAJ, Bob Iskandar dikenal sebagai ‘jembatan penghubung’ tidak resmi di balik kerjasama wartawan lintas negara dalam berbagi informasi dan berbagi pengalaman seputar jurnalistik kelas dunia.
Kamis terakhir di penghujung September, Saya bersama si Bungsu Rahmat Mauliadi menaiki lift ke lantai IV Gedung PWI Pusat Jakarta. Suasana di sana lengang. Saya buru-buru mencari ruang yang bisa salat Ashar. Mushalla lantai dasar sedang direnovasi satu paket dengan renovasi gedung Dewan Pers. Matahari bersinar keras menembus ruangan kaca mati itu.
Seperti biasa, begitu melihat sosok Saya, Ngatidjo sang office boy PWI ini langsung menyajikan secangkir kopi panas. Elly dan Ceu Tati, dua sosok karyawan ‘usang’ yang tersisa di gedung ini menghampiri Saya.
Sekilas terlintas sosok orang membelangi dinding kaca yang silau itu. Saya tak peduli orang yang sedang tekun menunduk terus ke alas mejanya. Rambutnya ikal agak panjang. Kesan Saya tidak serapu dulu lagilah. Bodynya pun tak sekekar dulu lagi.
Balik dari toilet, Saya masuk lagi ke ruang tengah. Dari pojok itu terdengar nada panggilan. Yang dipanggilnya menyapa dengan lembut.
“Ada apa pak Bob, panggil Saya ya”, tanya Elly. Saya pun langsung tersentak, dan balik arah. Padahal sudah ketika itu sedang melangkah pulang. Rupanya sosok yang tak Kuhiraukan tadi itu DR. H. Bob Iskandar sahabat lama ketika sering mondar mandir mengikuti kegiatan di luar negeri.
Biasanya kalau ketemu Saya, Bob langsung heboh memanggil nama Mister Adnan atau menyebut Aceh saja, begitu. Biasanya berikutnya pasti Cipika-Cipiki, lalu minta bubuk kopi Aceh.
Discussion about this post