Oleh: Mirza Zulhadi
Sekadar judul? Bukan! Tapi itulah awal penyebab kemelut, kericuhan, atau sebut saja pemecah tubuh organisasi wartawan tertua dan terbesar di Indonesia.
Jadi, jangan menengok kemana-mana dulu. Memperluas masalah. Cukup memperhatikan fakta yang tersaji.
Sesederhana itu awal kisah cashback bermula. ”Tak ada asap kalau tak ada api”.
Ada uang yang ditarik dari kas organisasi. Lalu, katanya diterima pihak penerima dengan tanda terima.
Kemudian, dibantah tidak terima oleh pihak penerima. Akhirnya, uang kembali ke kas organisasi. Faktanya bicara begitu.
Dan, apa namanya ini? Persekongkolan kah? Antar dua pihak, pemberi dan penerima, atau malah hanya di satu pihak saja?
Klarifikasi tegas hanya datang dari penerima, bahwa mereka tidak menerima uang sepeser pun. Bahkan menantang, silakan tunjuk oknum yang menerima!
Sebaliknya, tak muncul klarifikasi dari pihak pemberi. Sebenarnya mudah saja.
Jika benar, tinggal mengungkap siapa yang menerima. Apalagi pihak penerima seolah menantang, sebut nama oknumnya!
Tak sepatah kata pun yang terucap. Seakan mengacuhkan beragam informasi yang beredar di publik, bahwa telah terjadi sesuatu kekeliruan dalam kerjasama dua pihak.
Meski kabar yang menyebar menyudutkan pihak pemberi, bahkan lewat kalimat yang sudah menjurus pada tuduhan kriminal. Namun tetap bisu.
Tak ada bantahan, alias diam!
Pertanyaan lanjutan adalah, apakah fakta sesuai dengan kenyataan? Karena sepi penjelasan. Kali ini diam bukan berarti emas. Sebab ada tuduhan, yang butuh jawaban.
Seperti apa kebenarannya? Jangan nanti fakta dianggap sebagai kebenaran.
Atau, memang faktanya sudah sesuai dengan kebenaran yang terjadi. Artinya tak butuh penjelasan tambahan.
Yang muncul berbagai penjelasan, yang intinya tidak membantah kebenaran adanya niat cashback. Sembunyi dibalik penjelasan hasil akuntan publik yang menyebut tidak ada penyalahgunaan keuangan organisasi.
Meski dengan memasukan disclaimer, catatan akuntan itu pasti benar. Hanya tidak ada kaitan dengan cashback.
Demi cashback, akhirnya jabatan dipertahankan mati-matian. Lahirlah beragam SK. Mengaduk aturan main organisasi lewat kacamata kepentingan sendiri. Untuk menyelamatkan aksi cashback, antara lain mengembalikan uang ke kas.
Meluaskan permasalahan dengan menyentuh ranah hukum. Langkah yang memunculkan efek bumerang. Muncul laporan balik ke aparat penegak hukum.
Discussion about this post