Pertanyaan lanjutan adalah, apakah fakta sesuai dengan kenyataan? Karena sepi penjelasan. Kali ini diam bukan berarti emas. Sebab ada tuduhan, yang butuh jawaban.
Seperti apa kebenarannya? Jangan nanti fakta dianggap sebagai kebenaran.
Atau, memang faktanya sudah sesuai dengan kebenaran yang terjadi. Artinya tak butuh penjelasan tambahan.
Yang muncul berbagai penjelasan, yang intinya tidak membantah kebenaran adanya niat cashback. Sembunyi dibalik penjelasan hasil akuntan publik yang menyebut tidak ada penyalahgunaan keuangan organisasi.
Meski dengan memasukan disclaimer, catatan akuntan itu pasti benar. Hanya tidak ada kaitan dengan cashback.
Demi cashback, akhirnya jabatan dipertahankan mati-matian. Lahirlah beragam SK. Mengaduk aturan main organisasi lewat kacamata kepentingan sendiri. Untuk menyelamatkan aksi cashback, antara lain mengembalikan uang ke kas.
Meluaskan permasalahan dengan menyentuh ranah hukum. Langkah yang memunculkan efek bumerang. Muncul laporan balik ke aparat penegak hukum.
Perseteruan internal kian berkembang. Sebagian besar anggota tidak nyaman dengan adanya ”kongkalingkong” soal uang.
Malu! Pihak ketiga mengusulkan solusi rekonsiliasi, tapi bagi mereka yang kadung malu, rekonsiliasi bukan perkara mudah. Ungkap dulu kenyataannya, apakah kekeliruan, terpeleset, atau memang niat jahat?
Ini agar semua bisa bersalaman dengan hati dan tangan yang bersih.
Cashback bukan haram. Katanya, sejak pengurus ke pengurus organisasi ini, istilah itu dikenal. Sering diberikan sebagai tanda terima kasih.
Saling tau sama tau. Lalu, kenapa kali ini diributkan? Pasti ada sesuatu yang secara kasat mata dinilai tidak wajar.
Entah jumlah, atau calon penerima yang tentunya bukan orang sembarangan.
Discussion about this post