Sedangkan pos-pos yang harus dilalui para pendaki yakni, Yamhitala (shelter dan sungai), Aimoto (shelter dan sungai), High camp (shelter), Isilali (shelter, tampungan air), Nasapeha (tampungan air) dan Waifuku (tampungan air).
Gunung ini memiliki jalur yang beragam, mulai dari ladang penduduk, hutan tropis berbatu putih, hutan lumut dan setelah pos 4, akan banyak ditemukan bebatuan hitam tajam mirip dengan batu karang.
“Yang membuat putus asa adalah saat sudah dekat dengan puncak, pepohonan sudah tidak ada, bebatuan besar menjulang tinggi, juga beberapa tebing yang harus kami susuri. Kami terkecoh dengan puncak tinggi di depan mata, setelah sudah dekat, ternyata bukan itu puncak tertingginya, dan hampir saja membuat kami putus asa,” tutur Yanni Krishnayanni.
“Hutan-hutannya memang masih sangat asri, banyak burung beraneka warna sempat kami lihat, ada yang merah, ada yang kuning dan dengan beberapa suara berlainan, yang sempat menghibur adalah 2 hutan lumut yang ada di Gunung Binaiya ini, teduh, asri, bersih dan seperti rumah para liliput,” imbuh Onaria Fransisca.
Menurut Yanni, jika mengunjungi gunung ini, harus super hati-hati dalam melangkah, karena banyak jalur batu tajam yang harus dilalui. Begitu tersandung, akan bahaya.
“Pada tanggal 22 April 2022, sampailah kami di Negeri Piliana pada pukul 12.27 Wita. Puji Tuhan, pendakian berjalan lancar dan semua turun dengan selamat dan sehat,” ujar Onaria Fransisca.
“Binaiya, sesuai dengan yang dijelaskan oleh Bapa Raja Piliana saat kami sudah turun bahwa Binaiya artinya batin dibina, fisik dianiaya. Dan itu benar adanya, selain kaki, nafas harus kuat, batin kita juga diuji dengan kesabaran, ketabahan dan kegigihan naik turun 9 puncak agar bisa sampai pada tujuan,” tandasnya.
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post