Pendidikan anti korupsi pun masif dilakukan, tetapi sayangnya dampaknya belum begitu terasa. Hal ini terjadi karena korupsi tumbuh subur pada sistem kapitalisme-sekuler, yang mana dalam sistem ini materi menjadi asas kehidupan masyarakat, karena agama dipisahkan dari kehidupan.
Ditambah dengan kondisi ekonomi yang buruk membuat individu masyarakat rela melakukan segala cara untuk mendapatkan materi. Terlebih jika hal itu didukung oleh situasi dan kondisi di mana seseorang berada. Dari itu jerat korupsi nampak sulit terlewatkan.
Tak kalah penting sanksi yang didapatkan oleh para koruptor seolah tak memberikan efek jera. Hal ini karena tak jarang, orang yang sama melakukan lagi kasus serupa dan kembali ke bui lagi.
Lebih mirisnya lagi, hukum saat ini tercederai oleh mereka yang memperjualbelikan hukum. Dari itu tak heran, mereka yang salah bisa menjadi benar dan lepas dari hukuman. Sehingga dapat dipastikan hal ini makin mempersulit upaya memberantas korupsi di negeri ini.
Berbeda dengan sistem yang ada saat ini, saat negara menerapkan sistem Islam masyarakat akan dibentuk keimanan dan ketaatannya, karena hidup berdasarkan hukum syariat Islam. Apalagi korupsi dalam Islam adalah jelas suatu keharaman atau dosa. Hal itu sebagaimana dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah Saw. bersabda “Tidak akan masuk surga tubuh yang diberi makan dengan yang haram”.
Ulama fikih juga menetapkan bahwa tindak pidana korupsi termasuk dalam kelompok tindak pidana takzir. Oleh sebab itu, penentuan hukuman, baik jenis, bentuk, dan jumlahnya didelegasikan syara’ kepada hakim. Dalam menentukan hukuman terhadap koruptor.
Discussion about this post