Perlu diketahui, strategi transisi energi memiliki empat pilar teknologi yaitu, efisiensi energi, elektrifikasi, sumber energi rendah karbon, dan penyerapan karbon. Awal perkembangan kebijakan sektor energi di Indonesia sudah sejak 1981-1991 yang mana pada saat itu Badan Koordinasi Energi Nasional menerbitkan Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE).
Kebijakan tersebut berfokus pada intensifikasi, diversifikasi, dan konservasi energi. Kemudian pada 2003, KUBE digantikan dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (Energi Hijau), dan terus berkembang sejak terbitnya Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang KEN.
Hingga saat ini, pemerintah sudah menerbitkan Perpres Nomor 11 Tahun 2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang ESDM pada Subbidang EBT, dan pada November 2023, Indonesia pada forum G20, menyepakati pembentukan Just Energy Transition Partnership (JETP) melalui kerja sama dengan negara-negara anggota IPG, seperti Amerika Serikat, Britania Raya, dan Jepang.
Pemerintah Daerah mempunyai peran penting dalam pencapaian target transisi energi. Berdasarkan Pasal 18 UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, pemerintah daerah menyusun Rencana Umum Energi Daerah dengan mengacu pada Rencana Umum Energi Nasional yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah. Hingga saat ini, sudah ada 33 provinsi yang telah menetapkan perda RUED-P.
Ada beberapa daerah yang sudah berinovasi memberikan kontribusi terhadap pencapaian transisi energi di antaranya adalah Provinsi DKI Jakarta melakukan inovasi untuk menurunkan emisi karbon dengan kebijakan transportasi umum listrik yang terintegrasi, bus listrik, Transjakarta, Jaklingko, MRT, LRT, dan KRL Commuterline.
Sementara Provinsi Jawa Tengah telah memiliki 2.353 desa mandiri energi dari total 8.500-an desa/kelurahan. Berbagai pemanfaatan energi terbarukan di Jawa Tengah terdiri dari pembangkit listrik tenaga surya, hidro, panas bumi, sampah, serta pemanfaatan energi nonlistrik seperti biodiesel, biogas, biomasa, dan gas rawa (biogenic shallow gas), serta Plant RDF Pengolahan Sampah di Kabupaten Cilacap dengan kapasitas sampah 120 ton/hari.
“Saat ini, kita memiliki lompatan baru dengan teknologi RDF (Refused Derived Fuel) dengan mengolah sampah menjadi biomassa, selanjutnya sebagai co-firing batu bara di Plant Industri Semen dan Plant PLTU,” ungkap Restuardy.
Pemerintah daerah saat ini masih menghadapi beberapa tantangan dalam mendukung pencapaian program transisi energi. Sesuai dengan Pasal 14 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan urusan di Bidang ESDM termasuk subbidang EBT hanya dibagi antara pusat dan daerah provinsi.
Discussion about this post