PENASULTRA.ID, JAKARTA – Dewan Pers mengadakan pertemuan dengan anggota Komisi 3 DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (FPDIP), di Gedung DPR, Senin 8 Agustus 2022.
FPDIP menerima dengan baik Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) versi Dewan Pers.
Dalam pertemuan itu, FPDIP dipimpin politisi senior Ichsan Soelistio yang juga menjadi Panitia Kerja (Panja) RKUHP didampingi Johan Budi SP, Safarudin, dan Gilang Dhielafararez. Sedangkan dari Dewan Pers (DP) dipimpin Prof Azyumardi Azra didampingi Ketua Komisi Hukum Arif Zulkifli, bersama anggota Dewan Pers lainnya, Totok Suryanto dan A Sapto Anggoro.
Dalam kesempatan itu Johan Budi menjelaskan, penyusunan RKUHP ini melalui proses panjang sejak sebelum era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tahun 2019 pembahasan RKUHP terhenti karena ada masalah-masalah dan masukan mengenai pasal-pasal baru.
Menurut Johan, komisi 3 DPR yang membidangi masalah hukum sudah menerima draf dari Kementerian Hukum dan HAM.
“Pendapat saya pribadi, bahwa draf sudah di DPR. Saya berpandangan usulan masyarakat perlu didengar,” kata Johan.
Hal itu terutama yang berkaitan dengan revisi pasal, dalam konteks 14 pasal yang disampaikan pemerintah melalui Menkopolhukam Mahfud MD setelah bertemu Presiden Jokowi. Johan menambahkan, rencananya RKHUP akan disahkan pada masa sidang sebelumnya tapi masukan masyarakat tetap perlu didengar.
“Bagi saya, RKUHP ini akan menjadi handbook of pidana (criminal)”. Karena itu kalau ada pasal-pasal krusial, masukan itu perlu didengar,” papar Johan.
Prof Azra menjelaskan, Dewan Pers sudah lama memberikan usulan perbaikan, saat ketua DPR masih dipimpin oleh Bambang Soesatyo. Namun memang Dewan Pers tidak pernah diajak dialog langsung.
“Kita tidak membahas soal kohabitasi yang lain seperti soal LGBT, tapi Dewan Pers hanya concern tentang kebebasan pers,” kata Azra.
Untuk itu, Dewan Pers menawarkan DIM ini, agar tidak ada kesan membiarkan delik kriminalisasi terhadap pers.
“Kami yakin bahwa kebebasan berekspresi sangat berkaitan dengan demokrasi. Kalau RKUHP ini dipaksakan, saya khawatir demokrasi jadi mundur,” kata Azra.
Ditegaskan Azra, Dewan Pers tak menolak RKUHP, tapi membatasi pembahasan yang berkaitan soal pers.
“Makanya kita siapkan hal-hal dalam DIM yang diatur UU 40/99 tentang Pers,” ujar Azra.
Dalam diskusi sekitar 45 menit tersebut, Ichsan Soelistio menyampaikan, sebagai salah satu anggota panitia kerja RKUHP, ada hal yang dikritisi Dewan Pers. Misalnya draf pasal 219 soal penghinaan pada presiden. Waktu itu dia mencontohkan, ada sapi yang digiring ditulis nama presiden.
Menurut Ichsan, perlu dikenai pidana. Akan tetapi, kalau ada wartawan menulis kejadian itu sebagai kerja jurnalistik, maka hal tersebut termasuk dalam perkecualian.
Soal pasal 263 mengenai berita bohong bisa dipidana, menurut Ichsan, secara prinsip sama dengan pendapat Dewan Pers. Pihak-pihak yang membuat laporan melalui medsos harus bertanggung jawab. Pengecualian untuk media yang terdaftar di Dewan Pers atau wartawan yang sudah bersertifikasi.
“Hal ini akan dipertegas. Kita akan perbaiki dan pertajam pasal-pasalnya,” paparnya.
“Saya sudah baca DIM dari Dewan Pers. Ini bagus, enak, bisa diterjemahkan dengan mudah, memiliki kepastian hukum tidak multitafsir,” kata Ichsan yang juga dibenarkan oleh Johan Budi.
Discussion about this post