Dengan inovasi teknologi, kata Syamsunar, sampah-sampah ini bisa diolah menjadi kaso, papan, kursi, meja, bangku taman, bahkan genteng. Menurut Syamsunar, jika diberi sentuhan seni dengan inovasi teknologi, hasil olahan sampah bisa menjadi kanvas lukisan, hiasan dinding, sampai seni patung.
Penjelasan Syamsunar pun bukan sekedar teori. Dia mengungkapkan hal ini sudah dia implementasikan di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu 3R Desa Adat Seminyak, Bali.
Meski belum berusia 3 tahun, dengan inovasi teknologi pengelolaan sampah yang dia gawangi, Desa Adat Seminyak telah membuka lapangan kerja bagi lebih dari 50 orang. Pendapatan desa perbulan dari hasil pengelolaan sampah tidak kurang dari Rp200 juta dan mengelola lebih dari 2.400 ton sampah per bulan.
“Karena itu saya bilang, desa ini bisa menjadi pelopor untuk mewujudkan kota tanpa TPA. Kenapa tanpa TPA? Karena sampah-sampah dikelola di setiap desa, jadi ga ada lagi sampah yang perlu diangkut ke TPA, artinya kan kita ga perlu TPA lagi. Bahkan sampah yang dikelola di desa-desa malah meningkatkan perekonomian desa,” tutup Syamsunar.
Untuk diketahui, workshop ini dihadiri oleh Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Investasi Kemendes PDTT, Harlina Sulistyorini sebagai keynote speaker dengan pembicara lainnya yaitu Direktur Pelayanan Investasi Kemendes PDTT, Supriyadi, Asdep Kewirausahaan Pemuda Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kemenpora RI, Ing Hendro Wicaksono, Direktur Utama PT Humindo Mega Pratama selaku Produsen Industri Mesin Daur Ulang (Dalang), Syamsunar dan Direktur Eksekutif Youth Climatree Indonesia, Dr Robert E. Sudarwan.
Discussion about this post