“Nanti akan ada sisi yang lain untuk menyampaikan gugatan. Motifnya pun bisa lain, misalnya berkaitan dengan motif-motif bisa soal pribadi, keuangan, atau politik,” paparnya.
Wina Armada, selaku koordinator pengacara Dewan Pers di persidangan MK, meminta semua pihak jeli memaknai norma dari keputusan MK tersebut.
“Keputusan MK jelas, bahwa norma pasal 15 ayat 2 dan ayat 5 tidak bertentangan dengan konstitusi Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 tentang hak warga negara berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat,” tuturnya.
“Keputusan ini mutlak. Semua hakim tidak ada yang berbeda pendapat. Ini implikasinya sah dari semua hasil dan sesuai hukum dan konstitusional,” tegas Wina.
Karena keputusan MK itu final dan mengikat (final and binding), produk hukum ini mendapat cap benar dan harus diikuti.
“Tidak ada lagi perlawanan. Dewan Pers memiliki otoritas untuk menetapkan peraturan yang dibuat bersama konstituen,” urai Wina.
Dalam hal ini, termasuk pelaksanaan UKW, adalah kewenangan oleh Dewan Pers.
Ia menambahkan, hasil ini perlu dirumuskan lalu disosialisasikan pemda-pemda dan pihak terkait agar mereka semua paham. Dengan begitu, tidak ada lagi UKW oleh pihak manapun selain Dewan Pers.
Wina menjelaskan, proses pembuatan UU 40/99 memang merupakan upaya membuka keran kemerdekaan pers.
“Tapi dalam upaya itu, ada saja residu dan munculnya yang abal-abal. Kita ingin menyaring itu. Mereka yang sebelah, secara teknikal dan filosofi tidak memiliki itu. Bahwa kemerdekaan pers ini milik masyarakat. Pers harus menjalankan amanah itu,” kata dia.
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Arif Zulkifli, menengarai setelah ini akan banyak muncul efek-efek lanjutan. Misalnya akan ada pengaduan-pengaduan terhadap Dewan Pers. Ia berpendapat hal ini harus diantisipasi dan perlu dihadapi.
Discussion about this post