“Karena wartawan bagian dari ‘oposisi’, dia harus menjadi counter attack dari pemerintah. Jadi kalau wartawan, mohon maaf, diajak ke IKN (Ibu Kota Negara) memuji, saya kehilangan argumentasi. Dia harus kirim wartawan ke sana, mengecek apakah benar yang diklaim pemerintah. Dia perlu ke Kementerian Keuangan mengecek anggarannya, apakah memang cocok,” kritiknya.
Najwa dalam kesempatan itu justru mempertanyakan kemampuan media massa atau pers saat ini memulihkan lagi otoritas sebagai penyaji informasi tanpa banding.
“Karena kalau sekarang hanya berperan sebagai broker informasi, semuanya kan bisa dilakukan sendiri bahkan oleh sumber primer, setiap kementerian sekarang punya channel Youtube sendiri. Pak Mahfud tak perlu undang wartawan, bikin conference press di Youtube sudah selesai, setiap pertandingan olahraga sudah bisa live streaming, tidak perlu wartawan sebagai broker, penyampai informasi untuk memberitahu Arsenal Alhamdulillah puncak juara,” urainya.
Selebritis pun demikian. Lewat sosial media, mereka bisa live Instagram tanpa perlu wartawan infotainment menunggu di depan rumahnya.
“Jadi kalau cuma jadi live broker informasi, rasa-rasanya itu sudah tidak lagi relevan. Bahwa saat ini tsunami informasi, ya kemampuan media memilih mana fakta, isu, mana propaganda, kemampuan itu masih bisa dilakukan oleh media profesional tapi kalau cuma itu makin tidak relevan,” ucap feminis ini yang dikenal karena membintangi acaranya sendiri, yaitu Mata Najwa.
Berbeda dengan negara yang di dalamnya ada otoritas, menurut dia, media tak punya privilege (keistimewaan) itu. Ia berpendapat, otrokritik media hanya bisa diperoleh lewat kerja-kerja jurnalistik secara independen dan konsisten. Media harus mampu menyediakan informasi tanpa banding.
“Sekarang kita sudah begitu banyak dispute informasi, dan bagaimana media bisa melakukan kerja untuk mengatakan final yang memang seharusnya bertanggung jawab untuk suatu peristiwa ya orang ini,” tuturnya.
Tantangan berikutnya, kata dia, adalah bagaimana media massa mampu memanfaatkan teknologi.
“Mudah-mudah Hari Pers Nasional ini menjadi tonggak pengingat kita untuk terus relevan, berbenah diri, mau belajar, membongkar apa yang dipelajari dan mendapatkan ilmu yang baru, sesuatu yang sulit, yang butuh kemauan besar untuk membongkar kebiasaan lama dan mencoba kebiasaan baru,” kata dia.
Discussion about this post