<strong>PENASULTRA.ID, KENDARI</strong> - Pernyataan tendensius dan terkesan menyudutkan partai besutan Prabowo Subianto yang dilontarkan pengamat politik Sulawesi Tenggara (Sultra) M Najib Husein, memantik reaksi keras dari kader Gerindra masa depan Ardan Setyadi. Menurut Ardan, profesi sebagai pengamat politik tentu memerlukan keahlian khusus. Selain karena jalan politik penuh lika-liku, kemungkinan, trend dan perkembangan segala sesuatunya sangat cepat berubah. Sehingga dituntut untuk terus mengikuti perkembangan dinamika politik itu sendiri. "Seorang pengamat juga mestinya memiliki bekal wawasan, interaksi, dan yang tidak kalah pentingnya adalah pengamatannya harus berdasarkan kajian ilmiah yang bisa menunjang pengamatannya, sehingga tidak serta merta kemudian pengamatannya menjadi subjektif dan tendensius," ujar Ardan dalam keterangannya, baru-baru ini. Ardan yang juga alumni sekolah politik Pro Demokrasi itu mengungkapkan, kader Gerindra di Bumi Anoa telah mampu melahirkan sejumlah tokoh pemimpin di jazirah Sultra. Itu terbukti dengan terpenuhinya kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten maupun provinsi. "Tidak selesai disitu, dibawah kepemimpinan Triple A (Andi Ady Aksar), Gerindra Sultra mampu bertengger diposisi teratas berdasarkan hasil survei partai politik Pemilu 2024 yang dilansir Saiful Mujani Research and Consulting atau SRMC," beber Ardan. Hasil ini tentunya buah kerja dari sosok pemimpin Triple A yang mampu tampil konsisten dalam membawa pesan-pesan kebangsaan dan kerakyatan Prabowo Subianto di Sulawesi Tenggara. Gerindra Sultra juga aktif mengirim kader-kader mudanya untuk menempuh pendidikan di sekolah kader Gerindra Padepokan Garudayaksa milik Prabowo Subianto di Hambalang. Kader-kader ini disiapkan untuk melahirkan calon-calon pemimpin yang mempunyai jiwa patriot dan nasionalis. "Oleh karena itu jika kemudian ada anggapan bahwa Gerindra Sultra krisis kader pemimpin, saya pikir itu sesat. Karna penilaiannya masih terlalu prematur untuk menyimpulkan persoalan," papar Ardan. Terkait kader Gerindra atau siapapun yang tersandung persoalan hukum, kata dia, maka sudah selayaknya sebagai masyarakat yang patuh dan taat terhadap aturan yang berlaku di Republik Indonesia tetap harus mengikuti proses hukum yang sedang berlangsung hingga diputuskan dan dapat dibuktikan di meja persidangan. "Jangan justru kemudian proses hukum masih sementara berproses lalu ada sejumlah pihak kemudian tergesa-gesa untuk menyimpulkan," semprot Ardan. Pentolan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Gowa Raya itu kembali mengingatkan bahwa seorang pengamat bukanlah dukun atau peramal. Menurut Ardan, para pengamat politik akan mendapat banyak order dari media pada waktu tertentu. Seperti sekarang ini, saat tahun pemilu. Banyak sekali pengamat yang diundang di berbagai media. Dari situ dapat diukur mana yang berbobot mana yang tidak. Ukuran bobot pengamat dilihat dari penguasaan materi dan ilmiah. "Tentu sangat beda pengamat politik dengan konsultan politik. Konsultan itu dibayar oleh client-nya. Dia wajib berpihak dan mensukseskan client-nya, karenanya konsultan politik adalah tim sukses. Perbedaan ini belum begitu menonjol karena banyak sekali pengamat sesungguhnya adalah konsultan politik atau sebaliknya, termasuk banyak dosen juga, padahal PNS tetapi jadi tim sukses diam-diam banyak kandidat," pungkas Ardan. <strong>Penulis: Pyan</strong> <strong>Editor: Ridho Achmed</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://www.youtube.com/watch?v=ryX5d3eiOL4
Discussion about this post