Namun sayang, kata Didi, pada 23 Agustus 2016 lalu Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi terhadap PT Anugerah Harisma Barakah (PT. AHB), perusahaan penggarap nikel di Kabupaten Buton dan Bombana.
View this post on Instagram
Sejumlah upaya hukum pun telah ditempuh Nur Alam atas kasus yang menjeratnya. Mulai dari mengajukan praperadilan, banding ke tingkat Pengadilan Tinggi, Kasasi ke Mahkamah Agung (MA) hingga mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dua kali ke MA.
“Upaya hukum tersebut dilakukan Nur Alam sebagai bentuk keyakinan bahwa dirinya tidak bersalah atas kasus yang dituduhkan,” kata Didi.
Nyatanya, pada PK pertama, Hakim M. Askin memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) bahwa kasus Nur Alam adalah terkait hubungan keperdataan dan bukan kasus pidana.
Namun, Suara M. Askin kalah dengan suara dua Hakim MA lainnya, Suhardi dan Eddy Army. Nur Alam pun tetap dijatuhi hukuman 12 tahun kurungan penjara di Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung.
Discussion about this post