<strong>Oleh: Khaziyaj Naflah</strong> Dunia media sosial kembali digencarkan dengan adanya pengajuan dispensasi nikah oleh ratusan remaja, tepatnya di daerah Ponorogo, Jawa Timur. Sebanyak 176 remaja mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama (PA), dari total 176 anak yang diizinkan menikah dini di Ponorogo, ada 125 anak yang menikah karena hamil duluan, bahkan sebagian lain sudah melahirkan. Sedangkan 51 anak lainnya memilih nikah dini karena alasan sudah punya pacar dan memilih nikah daripada melanjutkan sekolah (detik.com, 17/01/2023). Selain itu, Pengadilan Agama (PA) Kota Bandung mengaku telah mengabulkan sebanyak 143 permohonan dispensasi menikah kepada masyarakat di usia pelajar atau di bawah umur. Angka tersebut, menurut Ketua PA Bandung Asep M. Ali Nurdin dinilai telah mengalami penurunan. Sebab jika dibandingkan tahun 2021 lalu, pengajuan dispensasi menikah yang tercatat oleh PA Kota Bandung sebanyak 193 permohonan. Asep juga mengatakan bahwa sebagian besar alasan pengajuan dispensasi nikah adalah akibat hamil diluar nikah (Jabarekpres.com, 18/01/2023). Sebagai informasi, berdasarkan aturan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 atas perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan di Indonesia, syarat nikah di Indonesia adalah minimal usia 19 tahun. Sehingga, jika calon pengantin belum mencukupi umur 19 tahun, maka mereka harus mengajukan dispensasi nikah agar sah di mata hukum. Jika ditelisik, walaupun angka dispensasi nikah terbilang rendah atau terjadi penurunan dibanding tahun kemarin, namun hal ini seyogianya menjadi perhatian khusus bagi penguasa, apalagi hampir 90% alasan pengajuan dispensasi nikah akibat hamil di luar nikah. Ini menjadi bukti bahwa generasi negeri ini sedang tidak baik-baik saja, mereka sedang terbelenggu free sex. Patut disadari, bahwa penguasa memang telah gencar untuk mencari solusi dan memberikan solusi-solusi agar generasi terbebas dari free sex, namun solusi-solusi yang ditawarkan hanya sekedar masalah teknis belaka dan tidak menyentuh akar masalah. Bahkan, solusi tersebut bagaikan tosix bagi generasi itu sendiri. Bagaimana tidak, di satu sisi penguasa menyeru kepada para orang tua agar menjaga anak-anak mereka dari free sex, mengedukasi bahaya dari dari free sex, serta memberikan pendidikan sek sejak dini. Namun disisi lain, penguasa juga memfasilitasi berkembangbiaknya free sex itu sendiri, yakni dengan mudahnya situs-situs porno masuk di berbagai media, berseliwerannya berbagai aktivitas yang mampu memicu timbulnya gejolak syahwat, seperti tayangan aktivitas pacaran, ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), banyak perempuan mengumbar aurat. Ditambah dengan penyediaan tempat-tempat hiburan malam, cafe-cafe, diskotik dan lainnya. Bahkan, penguasa memberikan solusi sek aman dengan memakai kondom. Sehingga hal ini membuat generasi makin terjangkiti free sex. Disadari ataupun tidak, akar masalah dari free sex adalah sistem kehidupan yang diadopsi oleh negeri ini yakni sistem kapitalis sekuler. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan umat manusia. Agama tidak lagi dijadikan sebagai pedoman hidup, mereka justru menjadikan asas liberalisme (kebebasan) atas nama hak asasi manusia sebagai sandaran hidup. Alhasil, para generasi kering akan keimanan dan ketakwaan, yang ada mereka hanya mencari kesenangan dan kebahagian yang fana serta senantiasa mengikuti hawa nafsu mereka saja. Selain itu, sistem pendidikan sekuler pun tak mampu mencetak generasi yang memiliki visi hidup yang kokoh, sebagaimana pada masa kejayaan Islam silam. Pendidikan sekuler hanya mencetak generasi-generasi yang berprofit kepada materi semata. Mencetak generasi yang justru menjadi tumbal industri kapitalisme dan mengokohkan berbagai ide-idenya yang bobrok, sebagaimana narasi moderasi beragama yang menyasar dunia pendidikan. Kondisi generasi yang terjerat free sex saat ini pun diperparah dengan anggapan bahwa aktivitas zina merupakan aktivitas yang lumrah. Asal suka sama suka tak masalah. Tinggal menikah, masalah beres. Alhasil, aktivitas zina semakin menggurita di negeri mayoritas muslim ini. Padahal, dalam Islam aktivitas zina merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah, bahkan suatu perbuatan yang keji, firman Allah SWT. "Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra : 32). Allah SWT bahkan mengaitkan dosa zina dengan dosa besar lainnya, yakni syirik dan pembunuhan. Firman-Nya: “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Allah, dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan( alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada Hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat” (QS al-Furqan: 68-70). Sedangkan untuk menghindarkan masyarakat termaksud generasi dari aktivitas zina, maka negara Islam memiliki beberapa langkah. Pertama, penguasa mendorong setiap individu rakyat untuk meningkatkan ketakwaan dan keimanan kepada Allah. Hal tersebut menjadi pengontrol utama bagi rakyat dalam berbuat. Dengan keimanan dan ketakwaan mereka, maka akan menyandarkan setiap perbuatan kepada syariat Islam. Begitu pun generasi akan berusaha untuk menggapai ridho Allah dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Karena mereka sadar bahwa setiap perbuatan alan dimintai pertangungjawaban kelak di akhirat. Kedua, sistem pendidikan berbasis akidah Islam akan mampu mencetak generasi-generasi yang memiliki visi dan misi hidup yang kokoh. Generasi yang dihasilkan pun akan mampu menjadi agen of change yang mampu membawa suatu negeri pada peradaban gemilang, serta mampu berpikir untuk mencari solusi-solusi untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di negeri, bahkan dunia. Ketiga, negara akan memantau media. Tidak dibiarkan berbagai ide-ide ataupun budaya-budaya Barat yang merusak pemikiran masyarakat masuk ke negerinya, seperti situs-situs porno, tayangan-tayangan pacaran, ikhtilat dan lain-lain. Keempat, negara akan menerapkan sistem pergaulan, dimana mengatur segala aktivitas mana yang boleh dilakukan oleh seorang pria dan wanita, mana yang tidak boleh dilakukan. Seperti, seorang wanita dilarang berdua-dua dengan pria yang bukan mahramnya. Seorang wanita dilarang melakukan perjalanan jauh tanpa disertai mahram, melarang aktivitas yang mendekati zina dll. Kelima, negara menerapkan sanksi tegas bagi pelaku zina. Sebab zina dalam pandangan Islam adalah perbuatan dosa akan mendapatkan azab dari Allah SWT. Adapun dalam buku Sayyid Sabiq, sanksi atau hukuman zina dibagi ketentuannya pada dua bagian, bagi pelaku yang belum menikah (Ghairu muhsam), maka pelaku zina didera seratus cambukan dan diasingkan selama satu tahun tanpa disertai mahram. "Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman." (Qs. An-Nur: 2). Sedangkan pelaku zina yang sudah menikah (muhsam), maka di rajam (dilempar dengan batu) hingga mati. Dasar dari pendapat para ahli fikih tersebut adalah salah hadis nabi Muhammad SAW: "Kalian ambillah dariku, terimalah ketentuanku. Sesungguhnya kini Allah telah menetapkan keputusan bagi mereka (yang berzina) hukumannya adalah dicambuk seratus kali cambukan serta diasingkan satu tahun. Sedangkan bagi pezina yang telah menikah, dicambuk seratus kali cambukan dan dirajam sampai mati." (HR Bukhari). Wallahu A'alam Bissawab.(<strong>***)</strong> <strong>Penulis: Freelance Writer</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/g2HqPMfwaQI
Discussion about this post