Ia mengatakan, dalam memahami dan memotret perkembangan desa, saat ini pemerintah telah melakukan pengukuran atau penilaian dengan menggunakan tolok ukur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 81 Tahun 2015 tentang Evaluasi Perkembangan Desa dan Kelurahan (EPDesKel).
Tujuan EPDesKel untuk mengetahui efektivitas, tingkat perkembangan kemajuan, kemandirian, keberlanjutan pembangunan, kesejahteraan masyarakat, serta daya saing desa dan kelurahan melalui pembangunan Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka NKRI.
“Indikator EPDesKel yakni profil desa dan kelurahan dua tahun terakhir, memiliki Perdes tentang RPJM desa dan kelurahan, RKP serta indikator evaluasi penyelenggaraan bidang pemerintahan, kewilayahan dan pemasyarakatan,” Syaifullah menambahkan.
Sementara itu, Plt DPMD Sultra, La Ode Paliawaludin mengatakan, dalam memenuhi indikator penyelenggaraan pemerintahan, kewilayahan dan kemasyarakatan di desa dan kelurahan faktanya tidak mudah, tidak seperti membalikkan telapak tangan.
Butuh kerja keras menyiapkan sistem dan sarana prasarana untuk melakukan pembangunan. UU Nomor 6 tahun 2014 menganut dua pendekatan dalam pembangunan desa.
Membangun desa dan desa membangun. Pendekatan membangun desa merupakan perspektif yang menempatkan kawasan pedesaan sebagai sasaran dan lokus inti pembangunan.
Sedangkan pendekatan desa membangun merupakan perspektif yang memposisikan dan memerankan pemdes dan kelembagaannya sebagai subjek dan objek pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Sehingga desa dan kelurahan berdasarkan amanah Permendagri Nomor 81 Tahun 2015, mendorong agar pemerintahan di tingkat desa dan kelurahan dapat berkembang.
“Artinya semakin kecil perbedaan kemajuannya antara kota dengan desa, atau ketimpangannya rendah, maka diharapkan tidak terjadi urbanisasi, atau bahkan justru kembalinya potensi SDM desa. Makanya kita dorong yang namanya Smart Pemdes,” Paliawaludin memungkasi.
Penulis: Yeni Marinda
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post