<strong>PENASULTRA.ID, JAKARTA</strong> - Polemik pal batas antara Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) memantik tanggapan monohok dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Menurut anggota Komisi II DPR RI, Anwar Hafid, pembahasan persoalan pal batas antara kabupaten bertetangga yang kini menjadi sorotan publik seharusnya tidak perlu lagi ada. Sebab, kata mantan Bupati Morowali dua periode itu, hal tersebut telah usai sejak lahirnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 45 Tahun 2010. "Menurut saya batas itu sudah final. Periksa saja titik koordinat yang ada dalam keputusan Mendagri yang telah dikuatkan oleh hasil putusan Mahkamah Agung tahun 2010," kata Anwar Hafid, Sabtu 21 Mei 2022. Pernyataan anggota DPR RI asal Daerah Pemilihan (Dapil) Sulteng ini menegaskan sikapnya atas rencana Bupati Konut, Ruksamin yang mengusulkan revisi 3 titik koordinat yang tidak normal dari 30 titik batas Kabupaten Morowali dan Konawe Utara. Pada surat yang ditujukan untuk Mendagri Tito Karnavian dan juga ditembuskan kepada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP), Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi itu, Ruksamin mengungkapkan beberapa dalilnya. Di antaranya, untuk menciptakan kepastian hukum wilayah administrasi daerah, perlu dilakukan penentuan batas daerah secara pasti, sistematis, dan terkoordinasi. Sebab, menurut Ketua DPW Partai Bulan Bintang (PBB) itu, selama ini, batas wilayah antara Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Provinsi Sulawesi Tengah yang telah ditetapkan sesuai Permendagri Nomor 45 Tahun 2010, terdapat tiga titik koordinat di wilayah Sulawesi Tenggara, yang tidak rasional. Menyikapi hal itu, Anwar Hafid lantas meminta semua pihak termasuk Bupati Konut untuk menaati asas yang telah berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Kita ini NKRI, apapun keputusan pemerintah mari kita taat asas. Kenapa harus bingung? Apa susahnya kalau itu wilayahnya Morowali? Emang Pemda Morowali mempersulit? Kan tidak," ujar anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI itu. Pada surat Bupati Konut Ruksamin lainnya yang ditujukan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Laut (Hubla) dan ditembuskan juga kepada Mendagri Tito Karnavian, Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan (LBP), Menteri Investasi Bahlil Lahadalia serta Gubernur Sultra Ali Mazi, Ruksamin mengungkapkan sejumlah hal sebagaimana temuan tim fasilitasi penanganan konflik pertambangan yang dibentuknya. Di antaranya, terdapat klaim tentang kesahihan izin Terminal Khusus PT. Tiran Indonesia. Padahal, semua izin terkait dengan investasi termasuk Terminal Khusus PT. Tiran Indonesia, didasarkan pada alas hak tanah berupa sertifikat yang diterbitkan oleh BPN Wilayah Hukum Provinsi Sulawesi Tenggara dan IUP yang terbit di perbatasan. Mengenai hal ini, Anwar Hafid kembali bereaksi. Kata dia, jika hal tersebut benar adanya, itu merupakan perkara fatal. "Ini masalah besar. Ini pasti ada apa-apanya sehingga nekad mengeluarkan sertifikat di wilayah lain. Kami minta, BPN Morowali segera mengecek hal itu benar atau tidak," pungkasnya. Sementara itu, baik BPN Konut maupun BPN Morowali, hingga berita ini naik tayang, belum ada yang dapat dikonfirmasi. <strong>Editor: Ridho Achmed</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/lA_GXcG7E3k
Discussion about this post