<strong>PENASULTRA.ID, KONAWE UTARA -</strong> Forum Masyarakat Pemilik Lahan Polasua Kadue, Bahontilu, Bahonggororo, Kolowa dan Konawine (FORMAL PBBKK), mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe Utara (Konut) mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang sidang kantor Sekretariat DPRD Konut, Selasa 25 Januari 2021. Kedatangan mereka di Kantor DPRD Konut terkait dengan wilayah administrasi antara Desa Morombo dan Desa Tapunopaka, Kecamatan Lasolo Kepulauan (Laskep) terhadap lokasi tanah masyarakat. Pelaksanaan RDP diikuti 12 anggota DPRD di pimpin langsung Ketua DPRD Konut Ikbar serta diikuti Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. "Saya sudah lebih dari dua periode, baru kali ini teman-teman DPRD dikasih menunggu," kata Ketua Komisi III DPRD Konut Rasmin Kamil. "Di lokasi tersebut pada 2011, kami sudah melakukan pengukuran, tetapi saat mau membuat SKT dinyatakan tidak bisa di terbitkan karena status hutan lindung. Nanti di 2014 setelah beberapa tahun menanti penurunan status menjadi APL, baru SKT diterbitkan oleh Desa Morombo," tambah Hj. Martina mewakili pemilik lahan. <blockquote class="twitter-tweet"> <p dir="ltr" lang="in">Momen HPN 2022, Jokowi Diagendakan akan Lepasliar Satwa Endemik <a href="https://t.co/FVQDt0uBFa">https://t.co/FVQDt0uBFa</a></p> — Penasultra.id (@penasultra_id) <a href="https://twitter.com/penasultra_id/status/1486283827177795586?ref_src=twsrc%5Etfw">January 26, 2022</a></blockquote> <script async src="https://platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script> Ketua FORMAL BBKK, Hendrik mengungkapkan, di lokasi tersebut sudah ada solusi bersama Kepala Desa Tapunopaka, yaitu bagi sama dari lokasi yang sedang diolah oleh PT Riota Jaya Lestari (RJL). Pengurus FORMAL BBKK lainnya, Ismail mengaku heran atas kepemilikan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dimiliki Kepala Desa Tapunopaka, terbit pada 2006 sementara lokasi dimaksud itu masih berstatus hutan lindung. "Jika memang ada SKT yang terbit di 2006 yang waktu itu, lokasi tersebut masih berstatus kawasan hutan, secara jelas pembuatan SKT sudah bertentangan peraturan," tegas Ismail. "Seharusnya Kepala Desa tidak bisa mengklaim tapal batas wilayah secara sepihak," jelasnya. Hasil RDP tersebut di skorsing oleh ketua DPRD dengan membacakan hasil keputusan. Adapun waktu akan ditentukan setelah ada hasil identifikasi dari DPMD yang sudah dilaporkan kepada DPRD, setelah itu dilakukan pemanggilan ulang untuk RDP nanti. <strong>Penulis : Iwan Charisman</strong> <strong>Editor: Basisa</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://www.youtube.com/watch?v=oPZj98jH0KQ
Discussion about this post