Indonesia masih menggantungkan diri pada BBM sebagai tulang punggung logistik dan konsumsi domestik.
Sementara negara-negara lain di dunia mempercepat penggunaan energi bersih dan pengembangan berbagai sumber energi alternatif, Indonesia masih bergulat dengan inefisiensi distribusi, mafia migas, dan ketergantungan impor bahan bakar yang membuat kita rentan terhadap gejolak harga global.
Dampak Sosial-Ekonomi: Kemiskinan Baru dan Potensi Instabilitas
Kenaikan BBM sama dengan kenaikan biaya hidup, yang langsung menciptakan tekanan sosial secara masif. Sewaktu keluarga menengah bawah terpaksa memilih antara membeli bensin untuk bekerja, atau susu untuk anak, maka kita sedang menciptakan ketimpangan baru.
Penyelesaian Krisis Energi Konsumtif
1. Bangun Sistem Angkutan Umum Listrik Massal
Pemerintah pusat dan daerah harus banyak menanam modal dalam transportasi publik berbasis energi terbarukan di kota-kota besar dan menengah. Kurangi ketergantungan pada BBM dengan dukungan nyata bagi kendaraan listrik dan sistem angkutan umum yang efisien.
2. Reformasi Subsidi, Dari Kompensasi Tunai ke Produktif
Pemerintah harus mengubah paradigma subsidi menjadi subsidi produktif, umpamanya subsidi logistik untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), petani, nelayan dan pengrajin lokal agar mereka tetap bisa bertahan dan berproduksi.
3. Percepat Alih Energi Tanpa Elitisasi
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), bioenergi dan prasarana penyimpanan energi harus dibuka aksesnya kepada koperasi energi lokal, pesantren, komunitas desa dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Jangan sampai transisi energi dikuasai konglomerat tambang yang cuma mengganti batu bara dengan nikel, tanpa perubahan sistemik.
Momentum Menyusun Ulang Visi Ekonomi Energi
Kenaikan harga BBM per 1 Juli 2025 semestinya tidak hanya dibaca sebagai penyesuaian teknis yang tak terhindarkan, melainkan sebagai tanda nyata kegagalan mendasar dalam tata kelola energi nasional yang timpang dan konsumtif.
Ini adalah saat yang tepat bagi Indonesia untuk berani membangun ekonomi energi yang mandiri, berkelanjutan, dan pro-rakyat.(***)
Penulis: Statistisi Ahli dan Kolumnis Publik di Sinjai
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post