Seandainya pemerintah RI punya niat untuk menghitung kerugian negara, menurut Faisal, ini hal yang sangat mudah untuk dilacak. Caranya, dengan melakukan perhitungan berapa jumlah produksi smelter, kebutuhan normal, dan apakah smelter membeli lebih banyak.
“Kalau pemerintah punya niat, gampang! Lacaknya, hitung saja produksi smelter berapa, kebutuhan normal, dia beli lebih banyak gak, dia beli untuk proses produksi atau jangan-jangan ada yang dia jual ke luar, nanti kita hitung, kita jumlahkan dengan yang lain,” paparnya.
Faisal memperkirakan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir kerugian negara sudah sangat besar, bahkan mencapai ratusan triliun.
Kondisi dilema saat itu memang terjadi di Indonesia. Yakni, tarik ulur kebijakan ekspor bijih nikel. Saat ekspor sedang naik, tiba-tiba dilarang oleh pemerintah.
“Kalau data Indonesia gak ada ekspor, tapi China ada. Tahun 2020 juga terjadi lagi, mengulangi data tahun 2015 dan 2016,” ujar Faisal Basri.
Editor: Irwan
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post