<strong>PENASULTRA.ID, JAKARTA</strong> - Mencengangkan, ternyata Indonesia telah mengalami kerugian besar yang lahir dari sektor pertambangan. Jumlahnya, cukup fantastis. Tembus angka ratusan triliun rupiah. Kondisi itu diungkap langsung oleh Ekonom Senior Faisal Basri. Kata dia, potensi kerugian negara tersebut diakibatkan oleh adanya perbedaan data ekspor dari Indonesia dengan catatan impor dari negara tujuan ekspor. Secara gamblang Faisal menyebutkan bahwa pada 2020 lalu pemerintah RI sudah melarang ekspor bijih nikel atau nickel ore. Namun anehnya, di China justru tercatat impor bijih nikel dari Indonesia. Wow.. "General Customs Administration of China mencatat tahun 2020 lalu ada 3,4 juta ton HS 2604 impor dari Indonesia dengan nilai lebih tinggi dari 2014 US$ 193,6 juta," beber Faisal dalam Core Media Discussion: Waspada Kerugian Negara dalam Investasi Pertambangan seperti dilansir dari laman <strong>cnbcindonesia.com</strong> Selasa 12 Oktober 2021. Dengan kurs Rp14.577 pada tahun 2020, nilainya bisa mencapai sekitar Rp2,8 triliun. Dari situ bisa dihitung potensi kerugian negara. <blockquote class="instagram-media" style="background: #FFF; border: 0; border-radius: 3px; box-shadow: 0 0 1px 0 rgba(0,0,0,0.5),0 1px 10px 0 rgba(0,0,0,0.15); margin: 1px; max-width: 540px; min-width: 326px; padding: 0; width: calc(100% - 2px);" data-instgrm-captioned="" data-instgrm-permalink="https://www.instagram.com/p/CU3pHr9pX_-/?utm_source=ig_embed&utm_campaign=loading" data-instgrm-version="14"> <div style="padding: 16px;"> <div style="display: flex; flex-direction: row; align-items: center;"> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 50%; flex-grow: 0; height: 40px; margin-right: 14px; width: 40px;"></div> <div style="display: flex; flex-direction: column; flex-grow: 1; justify-content: center;"> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 4px; flex-grow: 0; height: 14px; margin-bottom: 6px; width: 100px;"></div> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 4px; flex-grow: 0; height: 14px; width: 60px;"></div> </div> </div> <div style="padding: 19% 0;"></div> <div style="display: block; height: 50px; margin: 0 auto 12px; width: 50px;"></div> <div style="padding-top: 8px;"> <div style="color: #3897f0; font-family: Arial,sans-serif; font-size: 14px; font-style: normal; font-weight: 550; line-height: 18px;">View this post on Instagram</div> </div> <div style="padding: 12.5% 0;"></div> <div style="display: flex; flex-direction: row; margin-bottom: 14px; align-items: center;"> <div> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 50%; height: 12.5px; width: 12.5px; transform: translateX(0px) translateY(7px);"></div> <div style="background-color: #f4f4f4; height: 12.5px; transform: rotate(-45deg) translateX(3px) translateY(1px); width: 12.5px; flex-grow: 0; margin-right: 14px; margin-left: 2px;"></div> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 50%; height: 12.5px; width: 12.5px; transform: translateX(9px) translateY(-18px);"></div> </div> <div style="margin-left: 8px;"> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 50%; flex-grow: 0; height: 20px; width: 20px;"></div> <div style="width: 0; height: 0; border-top: 2px solid transparent; border-left: 6px solid #f4f4f4; border-bottom: 2px solid transparent; transform: translateX(16px) translateY(-4px) rotate(30deg);"></div> </div> <div style="margin-left: auto;"> <div style="width: 0px; border-top: 8px solid #F4F4F4; border-right: 8px solid transparent; transform: translateY(16px);"></div> <div style="background-color: #f4f4f4; flex-grow: 0; height: 12px; width: 16px; transform: translateY(-4px);"></div> <div style="width: 0; height: 0; border-top: 8px solid #F4F4F4; border-left: 8px solid transparent; transform: translateY(-4px) translateX(8px);"></div> </div> </div> <div style="display: flex; flex-direction: column; flex-grow: 1; justify-content: center; margin-bottom: 24px;"> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 4px; flex-grow: 0; height: 14px; margin-bottom: 6px; width: 224px;"></div> <div style="background-color: #f4f4f4; border-radius: 4px; flex-grow: 0; height: 14px; width: 144px;"></div> </div> <p style="color: #c9c8cd; font-family: Arial,sans-serif; font-size: 14px; line-height: 17px; margin-bottom: 0; margin-top: 8px; overflow: hidden; padding: 8px 0 7px; text-align: center; text-overflow: ellipsis; white-space: nowrap;"><a style="color: #c9c8cd; font-family: Arial,sans-serif; font-size: 14px; font-style: normal; font-weight: normal; line-height: 17px; text-decoration: none;" href="https://www.instagram.com/p/CU3pHr9pX_-/?utm_source=ig_embed&utm_campaign=loading" target="_blank" rel="noopener">A post shared by Penasultra.id (@penasultra.id)</a></p> </div></blockquote> <script async src="//www.instagram.com/embed.js"></script> Seandainya pemerintah RI punya niat untuk menghitung kerugian negara, menurut Faisal, ini hal yang sangat mudah untuk dilacak. Caranya, dengan melakukan perhitungan berapa jumlah produksi smelter, kebutuhan normal, dan apakah smelter membeli lebih banyak. "Kalau pemerintah punya niat, gampang! Lacaknya, hitung saja produksi smelter berapa, kebutuhan normal, dia beli lebih banyak gak, dia beli untuk proses produksi atau jangan-jangan ada yang dia jual ke luar, nanti kita hitung, kita jumlahkan dengan yang lain," paparnya. Faisal memperkirakan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir kerugian negara sudah sangat besar, bahkan mencapai ratusan triliun. Kondisi dilema saat itu memang terjadi di Indonesia. Yakni, tarik ulur kebijakan ekspor bijih nikel. Saat ekspor sedang naik, tiba-tiba dilarang oleh pemerintah. "Kalau data Indonesia gak ada ekspor, tapi China ada. Tahun 2020 juga terjadi lagi, mengulangi data tahun 2015 dan 2016," ujar Faisal Basri. <strong>Editor: Irwan</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/ZLbfS9Vu0qw
Discussion about this post