<strong>Oleh: Ummu Ihsan</strong> Di tengah pemulihan negara pasca pandemi, terjadi fenomena yang terbilang tak biasa. Pasalnya, saat jutaan rakyat kesulitan mendapat pekerjaan, kurang lebih 100 calon aparatur sipil negara (CASN) yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada seleksi tahun 2021, mengundurkan diri usai dinyatakan lulus. Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Satya Pratama mengatakan, situasi CASN yang mundur kerap terjadi setiap periode penerimaan. Menurutnya, alasan CASN yang mengundurkan diri ini beragam. Mulai dari gaji yang diterima kecil, kehilangan motivasi, mendapat tawaran di tempat lain, penempatan lokasi tidak sesuai ekspektasi, hingga suami melarang istri menjadi CASN. (Kompas.com, 4/6/2022) Data Badan Kepegawaian Negara (BKN) menunjukkan, ada sekitar 100 orang CPNS mengundurkan diri dari total 112.513 yang lolos seleksi dan memulai tahap penetapan (detik.com). Melihat fenomena pengunduran diri sebagian CPNS ini, menunjukkan bahwa ada beberapa persoalan yang dihadapi oleh generasi bangsa ini, hingga rela melepaskan status CPNS. Padahal, dengan menjadi ASN atau PNS, bisa dikatakan jaminan hidup sudah di depan mata, meskipun jumlahnya kecil. Lebih dari itu, menjadi abdi negara adalah tugas mulia yang tidak bisa dinilai dengan materi. Seperti, tenaga kesehatan, tenaga pendidik, dll. Fenomena tersebut berbanding terbalik dengan para karyawan yang mengalami PHK besar-besaran di beberapa perusahan sturtup terbesar dunia, seperti Zenius, Link.id dll. Sepatutnya, fakta ini menjadi perhatian pemerintah. Sebab, fenomena ini tentu mengundang tanya. Mengapa sebagian CASN melepaskan kesempatan mereka mengaplikasikan ilmu yang dimiliki? Sementara, di luar sana begitu banyak pencari kerja yang tidak mendapatkan kesempatan itu. Terkait gaji yang kecil menjadi alasan mundurnya sebagian CPNS, seyogianya pemerintah mengevaluasi kembali besaran gaji ASN. Sudah cukupkah memenuhi kebutuhan dasar dan menjamin kesejahteraan mereka? Begitu pula dengan alasan wilayah penempatan kerja. Memang diakui, di Indonesia, semakin terpencil penempatan kerja seorang pegawai negeri, semakin jauh pula dari kehidupan normal pada umumnya. Fasilitas yang minim, akses wilayah yang sulit dan penuh tantangan, bahkan keamanan yang tidak terjamin, menjadi kendala terberat. Sehingga, mengundurkan diri kerap menjadi pilihan, meskipun dengan konsekuensi mendapat sanksi administrasi. Seyogianya, pemerintah tidak terburu-buru menetapkan sanksi, seolah CASN yang mengundurkan diri sebagai satu-satunya pihak yang bersalah. Tanpa melihat dan menyikapi dengan bijak, duduk perkaranya. Sebab, memberi sanksi tanpa menyelesaikan faktor penyebabnya, tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Justru, masalah yang sama akan terus berulang. Yang jadi korban, ya, tentu saja rakyat kecil. Sekalipun negara mengklaim rugi, mereka dengan mudah meminta kompensasi. Pemerintahan telah menetapkan sanksi bagi CPNS yang mundur dengan membayar ganti rugi biaya selama pelaksanaan test, sekitar Rp25-Rp100 juta. Sebagimana diatur dalam pasal 54 peraturan menteri PAN-RB Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pengadaan PNS, yang menyatakan tidak boleh melamar pada penerimaan ASN untuk periode 1 tahun berikutnya. Hal ini juga berlaku untuk PPPK yang mengundurkan diri, dimana tercantum dalam pasal 35 permen PAN-RB No 29/2021 tentang Pengadaan PPPK untuk Jabatan Fungsional dan Pasal 41 Permen PAN-RB No 28/2021 tentang Pengadaan PPPK untuk Jabatan Fungsional Guru pada Instansi Daerah Tahun 2021. Seperti pepatah, "Bagai memakan buah simalakama", begitulah nasib CASN dalam sistem kapitalisme sekuler. Berkebalikan dengan sistem Islam. Pada masa kejayaan Islam, sebagaimana dikisahkan oleh Imam Ad Damsyiqi, tentang sebuah riwayat dari Al Adliyah bin Atha yang menuturkan bahwa di Kota Madinah, ada tiga orang guru yang mengajari anak-anak. Sebagai upahnya, Khalifah Umar bin Khaththab memberikan gaji pada mereka bertiga, masing- masing sebesar 15 dinar (1 dinar-4,25 gr emas), yang jika dikonversi dalam nilai rupiah, gaji guru setara Rp30.0000.000. Islam sangat memuliakan pekerja, apapun profesinya. Pun, fasilitas dan upah diberikan berdasarkan manfaat/jasa yang diberikan setiap pekerja. Islam juga sangat memperhatikan kesejahteraan seluruh rakyat, orang per orang. Bukan melihatnya secara kolektif. Sehingga, pekerja akan fokus pada tanggung jawab pekerjaannya. Tidak lagi sibuk mengambil pekerjaan tambahan karena alasan upah yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok atau sekunder yang sifatnya urgen. Segala problem yang dihadapi hari ini, hanya mungkin dituntaskan dengan Islam. Sebab, syariat Islam adalah solusi paripurna untuk semua masalah yang mendera umat saat ini. Dengan penerapan syariat Islam, tidak akan ada lagi CASN atau ASN yang mengundurkan diri karena alasan gaji yang kecil, wilayah kerja terpencil, tidak ada jaminan keamanan, fasilitas (listrik, jaringan internet, transportasi, dll) minim, bahkan nihil, dan sebagainya. Terpenting, aparatur sipil negara memahami tugasnya sebagai amanah yang wajib dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Mengambil peran sebagai abdi negara bukan sekadar dorongan kepentingan materi, melainkan tugas mulia yang akan menjadi amal jariyah hingga akhir zaman. Wallahu a'lam<strong>.(***)</strong> <strong>Penulis: Pemerhati Masalah Sosial</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/lA_GXcG7E3k
Discussion about this post