Belajar dari pengalaman Jokowi yang gagal menterjemahkan poros maritim (visinya sendiri). Karena, moratorium atau penghentian sementara penerbitan izin penggunaan kapal eks asing dan alat tangkap nelayan itu, membuat kalang kabut seluruh plasma inti industri olahan, baik berskala besar menengah maupun skala UMKM. Jokowi telah banyak membuat dunia kelautan-perikanan ambruk yang merugikan para pelaku usaha pengolahan perikanan.
Gema Pelaut AMIN pada siang (Rabu, 4/2/2024) di Tempat Pendaratan Ikan dan Udang Muara Baru dan Muara Angke, menyisir pedagang, supliyer, juragan, pengusaha ikan, pemilik Cold Storage, istri nelayan (rumah tangga), dan organisasi nelayan cumi-cumi. Anies mengajak semua untuk melawan Jokowi dan capres boneka yang telah banyak merugikan sektor maritim dan kelautan-perikanan, termasuk Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang selama ini merugi akibat kebijakan Jokowi tanpa relaksasi.
Gema Pelaut AMIN berjanji berjuang bersama, gotong royong dan tulus dengan air mata darah, bahwa perjuangan ini harus mampu memenangkan Pasangan AMIN pada pemilu 2024 untuk mengangkat derajat para nelayan, pengusaha, dan pedagang (supliyer) ikan berkelas UMKM.
Gema Pelaut AMIN mengusulkan paket kebijakan untuk menaikkan derajat dan kemampuan dalam usaha, yakni pertama, memastikan keberlanjutan fiskal di tingkat pusat (10%) dan daerah (5%) di bidang kemaritiman guna meningkatkan kontribusi PDB sektor Kemaritiman (10%) dalam PDB nasional pada tahun 2029 melalui program agro maritim: kelautan – perikanan, pertahanan – keamanan, industri (manufaktur), pertanian, peternakan, ruang pesisir: petani garam, petani rumput laut, dan galangan kapal.
Kedua, melaksanakan sinkronisasi dokumen dan kebijakan penataan ruang bidang Kemaritiman di tingkat pusat dan daerah secara berkelanjutan yang terintegrasi dengan dokumen dan kebijakan perencanaan pembangunan di tingkat pusat dan daerah, melalui mekanisme Public Hearing dengan seluruh stakeholders di Bidang Kemaritiman melalui penataan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) yang merata dan berkeadilan bagi daerah-daerah.
Ketiga, menjamin perlindungan dan keberpihakan hukum bagi masyarakat pesisir dan stakeholders lain di bidang kemaritiman di Indonesia melalui restorasi hukum maritim pada sektor land reform agraria maritim (Pesisir) pada pulau-pulau kecil, terdalam, terluar dan perubahan sistem penegakan berantas IUUF melalui sistem multi rezim humanistik.
Keempat, memberikan bantuan program kapal perikanan, alat tangkap, peralatan melaut, permodalan, menghidupkan kembali koperasi pesisir, kemudahan perizinan, memudahkan bisnis ibu rumah tangga nelayan, kemudahan produksi garam dan rumput laut, bantuan pembudidaya, dan penyusunan kebijakan (regulasi) dapat melibatkan stakeholders (asosiasi) sektor maritim di Kementerian/KL yang bersifat dialog dalam pelaksanaan visi misi AMIN bentuk kebijakan dan regulasi.
Usulan paket kebijakan tersebut, karena cukup banyak industri olahan perikanan tak lagi beroperasi. Maka kedepan, naiknya fiskal kelautan – perikanan pasti mendorong potensi produksi Unit Pengolahan Ikan (UPI) naik.
Front Nelayan Indonesia (2017-2024) telah melakukan riset jumlah Unit Pengolahan Ikan (UPI) dengan skala usaha menengah 2.600-an dan skala mikro kecil 10.380-an. Jumlah tenaga kerja capai 4,3 juta seluruh Indonesia. Pemerintahan Jokowi tak pernah memikirkan akan kerugian ribuan perusahaan Unit Pengolahan Ikan (UPI).
Padahal, produktifitas UPI capai hasil produksi dalam mengolah 2.000 ton ikan dengan rasio pekerja sekitar 1.500 orang. Kalau pabrik harus lancar pasokan ikannya, di Bitung saja sudah berapa pabrik yang tutup. Pengusaha terpaksa menutup pabrik itu terjadi karena kekurangan bahan baku industri pengolahan ikan. Bahan baku itu adalah ikan jenis surimi.
Discussion about this post